Tampilkan postingan dengan label Artikel Islam. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Artikel Islam. Tampilkan semua postingan

Arti Gelar Khatamul Anbiya bagi Nabi Muhammad SAW sebagai penutup dari para rasul

|| || || Leave a comments

Teman dan sahabat yang tercinta, semoga selalu dilindungi oleh Allah. Alhamdulillah, kali ini kita akan sedikit membahas tentang Khatamul Anbiya pada Nabi, agar dapat menambah pemahaman kita dalam agama Islam. Dengan pengetahuan yang lebih dalam ini, diharapkan kita dapat semakin mencintai Allah dan Rasul-Nya.

Mengenal Makna Khatamul Anbiya dalam kenabian Rasulullah Muhammad Shallallahu Alaihi Wassalam

Apakah sebenarnya Anbiya atau gelar Khatamul anbiya itu..?

Khatamul dapat diartikan sebagai penutup, khatam, selesai, berakhir. Jika kita membaca Al-Quran Khatam.Anbiya, kata Anbiya terdapat pada Al-Quran Surah ke 21: yang artinya Nabi-nabi, sehingga Anbiya dapat digolongkan sebagai (Para Nabi). Secara garis besar, makna dari Khatamul Anbiya adalah Penutup Para Nabi, Penyempurna Para Nabi, atau dengan kata lain.

Sebelumnya, penulis bukan ahli dalam ilmu pengetahuan dan sejarah Islam, namun dengan banyak membaca dan mendengar kajian dari para Penceramah serta bacaan Islami, Alhamdulillah sedikit demi sedikit ada yang tertanam di ingatan. Mungkin perlu untuk disampaikan.

Khamaul Anbiya atau Khātam an-Nabiyyīn adalah sebutan yang diberikan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai penutup para nabi, sesuai dengan ajaran Islam yang mengatakan bahwa kenabian berakhir dengan beliau. Hal ini juga terdokumentasi dalam Al-Qur'an surah Al-Ahzab ayat 40, yang mengungkapkan bahwa beliau adalah Nabi terakhir yang diutus oleh Allah SWT.

"Muhammad bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara umatnya, namun beliau adalah Rasulullah dan penutup para nabi. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." (Al-'Aĥzāb):40

Ada sebuah hadits yang sejalan dengan ayat di atas yang menyatakan bahwa "...nabi sebelumnya diutus hanya kepada kaumnya sendiri, sedangkan Aku (Nabi Muhammad) diutus untuk seluruh umat."

Kaum Muslim percaya bahwa garis kenabian telah berakhir dengan kedatangan Muhammad dan yakin bahwa beliau menerima wahyu terakhir dalam bentuk Al-Qur'an. Sebagai umat Muslim, kita harus meneladani akhlak mulia dari Nabi terbaik, serta mengikuti sunah-sunah beliau dalam kehidupan sehari-hari. Dengan membaca banyak Kajian Ilmu Islam sebagai panduan, kita dapat berjalan di jalan yang lurus dengan ilmu yang bermanfaat untuk meningkatkan iman kita. Semoga tulisan ini juga dapat memperkuat tali silaturahmi kita sebagai sesama Muslim. Mari kita banyak melantunkan shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad. Semoga Allah meridhai kita semua.

Semoga dengan banyaknya sholawat yang kita panjatkan kepada Nabi Muhammad dan keluarganya serta para sahabatnya, kita semakin mencintai Rasulullah hingga mendapatkan syafaatnya di Akhirat. Amin!

Terakhir, itulah penjelasan tentang makna gelar Khatamul Anbiya bagi Nabi Muhammad SAW. Semoga pengetahuan agama Islam kita semakin bertambah dan keimanan serta cinta kita kepada Nabi semakin dalam. Amin!

Mohon maaf atas segala kekurangan dalam penulisan. 



6 Pesan dari Sayyidina Umar Bin Khattab R.A

|| || || Leave a comments

Setelah menyelesaikan Sholat subuh, Rasulullah memberikan wasiat kepada para Sahabatnya yang selalu diingat dengan penuh makna dan hikmah bagi seluruh umat Muslimin dan Muslimat. Pesan-pesan ini sangat berharga bagi kita untuk dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari-hari. Berikut adalah enam wasiat tersebut beserta maknanya yang mendalam:

1. Jika kamu menemukan kelemahan pada orang lain, segera introspeksi diri dan temukan kelemahan dalam dirimu sendiri, karena tidak ada jaminan bahwa kelemahanmu lebih sedikit. Jika kamu berniat untuk mencela atau mengolok-olok orang lain, sebaiknya periksa dirimu sendiri karena mungkin ada lebih banyak kekurangan dalam dirimu.

2. Jika kamu ingin memusuhi seseorang atau sesuatu, lawanlah keinginan dalam dirimu sendiri, karena tak ada musuh yang lebih berbahaya daripada keinginan dalam diri sendiri. Jika kamu berencana untuk memusuhi orang lain, sebaiknya lawanlah keinginan buruk dalam dirimu karena tidak ada musuh yang lebih merugikan daripada musuh dalam diri sendiri.

3. Ketika kamu ingin memuji, luapkan pujianmu kepada Allah, karena hanya Dia lah yang memberikan kelembutan dan kasih sayang sejati. Jika kamu ingin memuji yang lain, maka sebaiknya puji lah Allah karena hanya Dia yang dapat memberikan nikmat dan kasih sayang yang sejati.

4. Jika ada sesuatu yang harus ditinggalkan, tinggalkanlah kesenangan dunia, karena dengan meninggalkannya kamu akan mendapatkan pujian. Jika kamu tidak mau meninggalkannya, maka kamu akan ditinggalkan olehnya.

5. Jika kamu siap untuk segala hal, maka persiapkanlah dirimu untuk menghadapi kematian, karena jika kamu tidak mempersiapkan diri untuk kematian, kamu akan menderita, merugi, dan menyesal.

6. Jika kamu ingin menuntut sesuatu, tuntutlah akhirat, karena hanya dengan mencarinya kamu akan mendapatkannya. Jangan pernah lupakan tujuan akhiratmu.

Kemudian Sayyidina Umar berdoa, "Ya Allah, tunjukkanlah kepada kami segala aib kami, jauhkanlah segala aib orang lain, Ya Karim."

Sayyidina Umar bin Al-Khatab, Amir al-Mu'minin dari Suku Quraisy, diberi gelar Al-Faruq oleh Rasulullah Muhammad SAW karena kemampuannya dalam memisahkan yang benar dan yang batil. Inilah enam wasiat dari Umar bin Khattab, yang dia sampaikan kepada para sahabatnya dan kepada kita semua sebagai pedoman hidup. Semoga kita dapat merujuk pada wasiat ini.

Dalam kehidupan sosial, wasiat ini menjadi bekal bagi kita sebagai khalifah di dunia ini agar kita dapat menjadi muslim dan muslimah yang teguh pada ajaran kebenaran. Kita harus berperilaku dengan akhlakul karimah, seperti yang dicontohkan oleh Nabi, Rasul, dan para sahabat, yang membawa kita kepada jalan kebenaran.

Terima kasih atas perhatiannya, mohon maaf atas segala kekurangan dalam penulisan. Wassalamualaikum wr. wb.


 

Mengetahui Penetapan Awal dan Akhir Bulan Qomariyah

|| || || Leave a comments

Berikut adalah penjelasan singkat tentang bagaimana mengetahui Ketetapan Awal & Akhir bulan Qomariyah (Hijriyah) yang biasa digunakan untuk mengetahui Awal Bulan Ramadhan / Hari Raya Besar Islam.

PENTINGNYA PERHITUNGAN YANG JELAS DALAM MENGAWALI PUASA.
Ramadhan berawal pada hari Syak (Ragu-ragu) adalah terlarang, yakni seseorang merasa ragu-ragu pada tanggal akhir bulan Sya’ban, jangan-jangan Ramadhan barangkali sudah dimulai, maka ia mulai berpuasa, maka puasanya tidak sah, seperti yang diterangkan oleh hadits berikut ini :

Dari Abu Ishaq dari Shilah bin Zufar dimana ia berkata: “Sewaktu kami berada di rumah ‘Ammar bin Yasir kemudian ia menghidangkan sate kambing dan berkata: “Makanlah kamu sekalian”. Sebahagian orang berpaling dan berkata: “Saya sedang berpuasa”. ‘Ammar lantas berkata: “Barangsiapa yang berpuasa pada hari yang diragukan (apakah sudah masuk bulan Ramadhan atau belum), maka ia telah mendurhakai Abul Qasim (Nabi Muhammad saw.)”.

Batas awal Ramadan menurut sabda Rasulullah saw. adalah sebagai berikut:
"Janganlah berpuasa sebelum bulan Ramadan. Berpuasalah setelah melihat hilal dan berbukalah setelah melihatnya. Jika cuaca mendung, maka lengkapi tiga puluh hari."

Diceritakan oleh Ikrimah dari Ibnu Abbas, bahwa ada seorang Arab datang kepada Nabi saw., berkata: "Saya melihat hilal Ramadan." Nabi saw. bertanya: "Apakah kamu bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah?" Orang itu menjawab: "Ya." Nabi bertanya lagi: "Apakah kamu bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah?" Jawabnya: "Ya." Kemudian Nabi bersabda: "Wahai Bilal! Sampaikanlah kepada orang-orang agar mereka berpuasa esok hari."

Pandangan Imam Madzhab tentang Ru'yatul Hilal berdasarkan perbedaan daerah berbeda-beda. Menurut Hanafi, Maliki, dan Hambali, ketika hilal terlihat di suatu daerah, semua penduduk dari berbagai daerah harus berpuasa tanpa memperdulikan jaraknya dan tidak perlu memikirkan perbedaan waktu munculnya hilal. Sementara menurut Madzhab Imamiyah dan Syafi'iyyah, jika penduduk suatu daerah melihat hilal tetapi penduduk daerah lain tidak melihatnya, jika kedua daerah tersebut berdekatan, maka aturannya sama. Namun, jika munculnya hilal berbeda, maka setiap daerah memiliki aturan sendiri. Ketika langit cerah, puasa dimulai ketika hilal Ramadhan terlihat, sedangkan jika langit berawan, maka puasa dimulai pada bulan Sya'ban. Awal bulan Ramadhan ditandai dengan tampaknya bulan sabit (Hilal), dan jika langit berawan, genaplah tiga puluh hari bulan Sya'ban sebelum Ramadhan dimulai.

Berikut ini adalah kutipan dari hadits terkait perhitungan bulan Sya'ban untuk Ramadhan: Rasulullah bersabda: "Hitung-hitunglah bulan Sya'ban untuk Ramadhan." Selain itu, Nabi saw. juga menyatakan bahwa umat Islam dulu adalah umat yang ummi (buta huruf), tidak mampu menulis dan menghitung bulan dengan pasti, kadang dua puluh sembilan hari, kadang tiga puluh hari. Namun, saat ini umat Islam sudah terbebas dari keummiyannya, banyak yang menguasai ilmu modern seperti astronomi dan fisika. Dengan adanya teknologi canggih, mereka mampu menghitung perjalanan matahari, bulan, dan bintang dengan akurat. Oleh karena itu, mereka bisa menggunakan hisab untuk menentukan awal bulan Ramadhan, syawal, dan bulan-bulan lainnya tanpa masalah. Menurut Al-Allaamah Ahmad Syaakir r.a, meskipun penyaksian mata kepala menjadi penentu masa lalu, namun kini dengan kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki umat Islam, penggunaan hisab adalah hal yang wajar.

Berdasarkan informasi di atas, terlihat bahwa penentuan hilal sangat mudah dilakukan dengan menggunakan peralatan modern. Oleh karena itu, kemungkinan untuk keliru dalam menentukan bulan Syawal sangat kecil. Meskipun seseorang menggunakan alat canggih untuk memastikan kemunculan hilal, mengapa masih ada keraguan? Apakah perlu terus meragukannya? Apa gunanya alat-alat canggih jika tidak dipercaya? Apa gunanya memiliki pengetahuan tanpa mengamalkannya? Seolah-olah ilmu tanpa amal sama saja seperti pohon tanpa buah.

Mengandalkan metode rukyat mungkin dilakukan pada zaman di mana teknologi modern belum ditemukan. Namun, dalam menentukan akhir bulan Ramadhan dan awal bulan Syawal, penting untuk memastikan apakah hilal Syawal sudah terlihat. Jika hilal tersebut belum terlihat, maka bulan Ramadhan harus digenapkan menjadi tiga puluh hari. Jika setelah tiga puluh hari hilal Syawal masih belum terlihat, maka ini bisa terjadi baik langitnya cerah maupun mendung.

Jika langit cerah, maka puasa Ramadhan harus dilanjutkan pada hari berikutnya dan dianggap sebagai hari terakhir Ramadhan. Namun, jika langit mendung, maka puasa Ramadhan sudah bisa diakhiri karena sudah memasuki bulan Syawal. Jika hilal Syawal tertutup mendung, tetap harus menyempurnakan puasa selama tiga puluh hari dan tidak boleh berpuasa sebelum hilal terlihat jelas.

a. Alasan Mengapa Bulan Dipilih Sebagai Patokan Perhitungan Waktu
Ketika bulan terlihat di langit, orang akan teringat bahwa sekarang adalah bulan baru dan bulan sebelumnya telah berlalu. Oleh karena itu, Allah SWT memilih bulan di langit sebagai cara untuk menetapkan waktu bagi manusia. Semua orang dapat mengetahui waktu dengan melihat bulan di langit, yang tidak bisa dilakukan dengan matahari karena matahari tidak bisa berubah ukurannya.

b. Mengapa Matahari Tidak Dipilih Sebagai Patokan Perhitungan Waktu
Perjalanan matahari tetap, sedangkan perjalanan bulan berubah-ubah. Misalnya, jika hari raya puasa jatuh pada tanggal 10 Maret di tahun ini, tahun depan hari raya itu mungkin akan datang sekitar 10 hari lebih awal dari tanggal 10 Maret dan seterusnya. Jika menggunakan perhitungan matahari, tidak akan terjadi perubahan seperti itu. Dalam rentang 50 tahun, perbedaan hanya akan sekitar 4 atau 5 hari.

c. Manfaat Menggunakan Bulan Sebagai Patokan Waktu
Dengan menggunakan perhitungan bulan, hari-hari penting seperti hari puasa bisa berubah-ubah, bahkan mungkin jatuh di musim dingin. Hal ini sangat bermanfaat terutama bagi umat Islam di benua barat atau selatan di mana perbedaan musim sangat besar antara musim dingin dan panas.

Catatan kaki
[1]. Hazrat Hafiz Roshan Ali, yang diterjemahkan oleh R. Ahmad Anwar, dalam bukunya FIQIH AHMADIYAH, menjelaskan tentang puasa dalam hlm. 92-93
[2]. Moh. Zuhri Dipl. TAFL, Drs. H., dkk, dalam buku TARJAMAH SUNAN AT-TIRMIDZI II, menyebutkan tentang larangan puasa pada hari Syakk dalam Hadits No.681, hlm. 6
[3] Di bab yang sama, dijelaskan bahwa berpuasa dan berbuka karena melihat bulan, hlm. 8
[4] Penjelasan mengenai puasa dengan persaksian dapat ditemukan pada hlm. 10-11
[5] Muhammad Jawad Mughnoyah, dalam bukunya FIQIH LIMA MAZHAB, memberikan penjelasan tambahan, hlm.170
[6] Lihat juga referensi sebelumnya
[7]. Muhammad Bagir Al-Habsyi, dalam FIQIH PRAKTIS, juga memberikan penekanan pada hukum puasa, hlm.343
[8]. Hazrat Hafiz Roshan Ali, dalam bukunya FIQIH AHMADIYAH, memberikan panduan lebih lanjut tentang puasa, hlm. 92-93
[9]. Moh. Zuhri Dipl. TAFL, Drs. H., dkk, dalam TARJAMAH SUNAN AT-TIRMIDZI II, menjelaskan tentang menghitung bulan Sya’ban untuk Ramadhan, hlm. 7
[10] Ahmad Sunarto, dkk, dalam TARJAMAH SHAHIH BUKHARI III, menyinggung tentang kesulitan menulis dan menghitung bulan, hlm. 99
[11] Muhammad Bagir Al-Habsyi, dalam FIQIH PRAKTIS, memaparkan lebih lanjut mengenai hukum puasa, hlm.344
[12]. Abdur Rahmad Al Jaziri, dalam FIQIH EMPAT MADZHAB IV, memberikan informasi penting seputar fiqih, hlm. 16, 24
[13]. Muhammad Rawwas Qal’ahji, dalam ENSIKLOPEDI FIQIH UMAR BIN KHOROB RA, memberikan pencerahan tentang fiqih, hlm.553

 


 

Menentukan Awal Ramadhan dengan Metode Hilal dan Hisab

|| || || Leave a comments

Berdasarkan contoh yang diberikan oleh Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, penentuan awal bulan Ramadhan harus dilakukan dengan cara melihat langsung hilal atau menerima kesaksian dari satu orang yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Jika hilal tidak terlihat atau tidak ada kesaksian yang dapat diterima karena cuaca mendung, maka bulan Sya'ban akan digenapkan menjadi 30 hari.

Tindakan ini didasari oleh ayat Allah ta'ala dalam Surah Al Baqarah [2] : 185 yang menyatakan bahwa siapa pun yang menyaksikan hilal di bulan itu, maka dia wajib berpuasa di bulan tersebut. Dan juga hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang menyebutkan bahwa jika sudah mencapai malam kedua puluh sembilan dari bulan Sya'ban, tetapi hilal tidak terlihat, maka bulan Sya'ban harus diselesaikan menjadi tiga puluh hari.

Dengan demikian, kita sebagai umat Islam diharapkan untuk mengikuti petunjuk yang diberikan oleh Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dalam menentukan awal bulan Ramadhan agar ibadah puasa kita dapat diterima oleh Allah SWT.

Menentukan Awal Ramadhan dengan Hisab

Penting untuk diketahui bahwa mengenali hilal tidak dilakukan dengan cara hisab (menghitung posisi bulan menggunakan ilmu nujum) seperti yang dilakukan oleh beberapa organisasi Islam saat ini. Sebenarnya, cara yang lebih tepat sesuai dengan ajaran Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam adalah dengan ru'yah (melihat langsung bulan dengan mata telanjang). Beliau telah bersabda, "Kami adalah umat ummiyah. Kami tidak mengenal hisab dan bulan itu bisa berjumlah 29 atau 30 hari." (HR. Bukhari dan Muslim). Ini menunjukkan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidak menggunakan ilmu hisab dalam menentukan awal bulan.

Meskipun ilmu hisab sudah ada pada zaman Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau tetap memilih untuk tidak menggunakannya. Petunjuk Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam adalah yang terbaik dan benar, karena beliau berbicara berdasarkan wahyu Allah. Allah berfirman, "Dan apa yang diucapkan oleh Nabi bukanlah sesuai dengan keinginan hawa nafsunya. Ucapan beliau hanyalah wahyu yang diterima." (QS. An Najm [53] : 3-4).

Penting untuk dicatat bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidak pernah mengaitkan awal bulan Ramadhan dengan hisab, seperti yang dijelaskan dalam hadits di atas. Beliau hanya menyarankan untuk menggenapkan bulan Sya'ban menjadi tiga puluh hari jika hilal tidak terlihat. Oleh karena itu, para ulama menyatakan bahwa cara yang lebih tepat untuk mengamati hilal adalah dengan ru'yah, bukan hisab.

Untuk pembaca yang ingin melihat pandangan Al Baaji seperti yang dikutip oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari, berikut ini. Al Baaji menyatakan, "(Menetapkan awal Ramadan melalui ru'yah) merupakan kesepakatan para salaf (para sahabat) dan kesepakatan ini menjadi argumen bagi mereka yang menggunakan hisab." Ibnu Bazizah juga mengungkapkan dalam karyanya yang sama, "Mazhab yang menetapkan awal Ramadan dengan hisab dianggap sebagai Mazhab yang salah dan syariat melarang untuk mempelajari ilmu nujum (hisab) karena ilmu ini hanya berupa perkiraan (dzon) dan bukan ilmu pasti (qoth'i) atau keyakinan yang kuat. Jika penentuan awal Ramadan hanya bergantung pada ilmu hisab, agama ini akan menjadi sangat sempit karena hanya sedikit orang yang menguasai ilmu hisab tersebut."

Jika pada malam ketiga puluh Sya'ban tidak terlihat hilal karena tertutup awan atau mendung, maka bulan Sya'ban harus dilengkapi menjadi 30 hari. Pada hari tersebut, tidak diperbolehkan untuk berpuasa berdasarkan hadis Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, "Janganlah kalian mendahului Ramadan dengan berpuasa satu atau dua hari sebelumnya, kecuali bagi seseorang yang terbiasa berpuasa pada hari tersebut maka boleh berpuasa." (HR. Tirmidzi dan disahkan oleh Al Albani dalam Shahih wa Dho'if Sunan Nasa'i).

Hadits ini menegaskan bahwa mengambil langkah untuk berpuasa sehari sebelum bulan Ramadhan sebagai langkah pencegahan karena khawatir bahwa hari tersebut mungkin sudah masuk bulan Ramadhan adalah dilarang. Nabi kita shallallahu 'alaihi wa sallam telah mengancam orang-orang yang berlebihan dalam hal ini dengan firman-Nya, "Binasa orang yang berlebihan." Pada hari tersebut juga tidak disarankan untuk berpuasa karena hari tersebut merupakan hari yang diragukan. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda, "Barangsiapa berpuasa pada hari yang diragukan, maka ia telah durhaka kepada Abul Qasim (Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam)." Namun jika pada hari yang diragukan tersebut pemerintah memerintahkan untuk berpuasa, maka umat Muslim diwajibkan untuk mengikuti perintah pemerintah mereka.

Untuk menjaga persatuan umat Islam, cara terbaik untuk menentukan awal Ramadan adalah dengan mengikuti keputusan pemerintah. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda, "Puasa kalian ditetapkan ketika kebanyakan dari kalian berpuasa, Idul Fitri ditetapkan ketika kebanyakan dari kalian merayakannya, dan Idul Adha ditetapkan ketika kebanyakan dari kalian merayakannya." (HR. Tirmidzi)

Imam Tirmidzi menjelaskan, "Beberapa ulama menafsirkan hadits ini dengan mengatakan bahwa puasa dan hari raya sebaiknya dilakukan bersama-sama dengan pemerintah dan mayoritas masyarakat." Semoga kita selalu mendapatkan petunjuk untuk taat kepada Allah, yang telah memberikan berbagai nikmat kepada kita. Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya terwujud amal-amal yang baik. Semoga rahmat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi kita, Muhammad, keluarga, dan sahabat-sahabat beliau. 

 



Bukti-bukti kebenaran ilmiah dari perkataan-perkataan Rasulullah saw

|| || || Leave a comments

Pada sekitar 1400 tahun yang lalu, Rasulullah saw. sering kali berbicara tentang hal-hal yang dianggap aneh oleh manusia pada masa itu. Hal ini menyebabkan beliau sering kali dicap sebagai tukang sihir atau bahkan orang gila. Misalnya, ketika beliau mengumumkan bahwa beliau melakukan perjalanan dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha dalam semalam, kemudian ke Shidratul Muntaha, kaum Quraisy saat itu mempertanyakan kewarasannya. Namun, seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta daya nalar manusia yang semakin maju, sabda-sabda Rasulullah ternyata terbukti benar. Peristiwa Isra dan Mikraj Rasulullah kini dapat dipahami secara logis berkat pengetahuan kita tentang dimensi waktu.

Sabda-sabda Rasulullah mengenai penciptaan Adam dan Hawa, langit dan bumi, roh, jiwa, dan akal, serta tentang kehidupan manusia di dunia dan sesudah kematian, semua itu kini dapat dijelaskan melalui premis ilmiah yang menakjubkan. Perkembangan ilmu astronomi juga telah membantu menjelaskan rahasia-rahasia di balik sabda-sabda beliau. Bahkan, peristiwa terbelahnya bulan pada zaman Rasulullah saw. telah terbukti kebenarannya melalui penelitian ilmiah para ahli.

Dr. Ahmed Shawky Ibrahim dalam bukunya "Ensiklopedia Mukjizat Ilmiah Hadits Nabi" menjelaskan dengan mendalam tentang sabda-sabda Rasulullah saw. dengan dukungan premis ilmiah yang menakjubkan. Buku ini membuktikan bahwa sabda Rasulullah adalah kemukjizatan sebagai utusan Allah. Dengan penemuan ilmiah atas sabda-sabdanya, tidak ada lagi alasan untuk meragukan kerasulannya.

 


 

Air putih dapat digunakan sebagai obat penyembuhan

|| || || Leave a comments


Pernahkah Anda mengunjungi tetangga yang baru pulang dari ibadah haji? Biasanya, mereka membawa air zam-zam sebagai oleh-oleh. Tidak bisa dipungkiri bahwa selain mencari berkah dari orang yang baru pulang dari haji, orang-orang juga ingin mendapatkan air zam-zam. Banyak kyai dan tabib yang bisa menyembuhkan seseorang hanya dengan memberikan segelas air putih. Mengapa harus air putih? Mengapa tidak susu, kopi, atau teh? Bagi orang awam, fenomena penyembuhan dengan menggunakan air putih menjadi topik yang menarik.

Ternyata, air putih memiliki senyawa dan memiliki kemampuan untuk berubah. Seorang peneliti dari Universitas Yokohama Jepang, Masaru Emoto, menemukan beberapa perilaku menarik dari air tersebut. Dalam penelitiannya, Masaru Emoto mengambil beberapa sampel air. Air A diberi kata-kata yang baik, seperti "Arigato". Sedangkan air B diberi kata-kata yang negatif, misalnya "Setan". Kemudian, kedua sampel air tersebut didinginkan hingga suhu -5°C, dan kemudian difoto dengan kecepatan tinggi melalui mikroskop elektron.

Air yang diberi perlakuan kata-kata positif, doa, dan tulisan yang baik mampu membentuk Kristal yang indah, sementara perlakuan kata-kata buruk tidak menghasilkan Kristal sama sekali. Menariknya, air yang diputar dengan lagu Symphony Mozart langsung berubah menjadi berbunga-bunga, namun air tersebut hancur ketika diputar lagu metal. Saat dibacakan kata-kata atau kalimat yang positif, air kembali membentuk Kristal yang cantik, dan ketika dibacakan doa atau ayat-ayat Al Quran, air membentuk Kristal yang berpendar dan bersinar. Hal ini menjelaskan mengapa para Kyai sering menggunakan air putih sebagai media penyembuhan.

Selain itu, air putih juga sangat penting bagi tubuh. Kita tidak bisa mengabaikannya. Tidak bisa dipungkiri bahwa tubuh manusia terutama terdiri dari air. Otak kita membutuhkan 90% cairan, sementara darah memerlukan 95% komponen cairan. Darah akan mengental jika kekurangan air putih, yang menyebabkan masalah dalam transportasi oksigen dan kerusakan ginjal.

Beberapa fungsi air putih bagi tubuh termasuk menjaga suhu tubuh tetap normal. Saat minum air dingin, kita cenderung merasa lebih haus karena air dingin dapat mengiritasi jaringan sel di dalam tubuh. Selain itu, air juga berperan dalam pembuangan senyawa toksin di dalam tubuh dan membantu pembuangan garam-garam Kristal di dalam ginjal. Jadi, pastikan untuk selalu cukup minum air putih setiap hari untuk menjaga kesehatan tubuh kita.

Seperti yang dilaporkan di blog Dunia Imajinasi dan Inspirasi, kita seringkali merasa perlu minum setelah makan. Air putih membantu dalam proses pencernaan makanan mulai dari mulut, kerongkongan, lambung, hingga usus, dan akhirnya berubah menjadi feses. Air juga bisa memberikan sensasi kenyang, sehingga mencoba minum air sebelum makan dapat membantu menurunkan nafsu makan. Ini bisa menjadi cara yang berguna bagi mereka yang sedang menjalani program diet. Air putih juga bermanfaat sebagai pelarut vitamin C dan B, dan kita bisa menambahkan perasan jeruk atau buah-buahan dan sayur-mayur ke dalamnya. Beberapa buah bahkan memiliki kandungan air yang sangat tinggi seperti semangka, tomat, dan timun.

Manfaat air putih sebagai pencegah penyakit sudah banyak diketahui orang. Misalnya, air dapat mencegah sembelit (konstipasi) dan menjaga kekenyalan serta elastisitas sel-sel kulit untuk mencegah keriput. Bagi yang rentan terhadap alergi, air juga membantu menjaga kelembaban selaput lendir di tenggorokan, hidung, dan mata. 



Melestarikan kebiasaan positif setelah Hari Raya

|| || || Leave a comments

Selama bulan puasa, kita akan merasa lebih mudah untuk mengendalikan diri, menahan emosi, bersikap sabar, mengedepankan dialog daripada tindakan agresif, dan menjaga keteraturan dalam pola makan dan tidur. Kemudahan tersebut terjadi karena puasa bukan hanya sekadar menahan diri dari makanan, tetapi juga melibatkan pengendalian emosi dan perilaku sesuai dengan norma sosial. Latihan-latihan tersebut merangsang otak, memperkuat kelenturan otak, serta melibatkan proses pembelajaran dan pengalaman baru. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika selama bulan puasa, orang dengan mudah bangun pada saat pagi buta untuk sahur, dan menahan diri tanpa makan dan minum selama kurang lebih 14 jam.

Di Indonesia, lingkungan sosial turut mendukung masyarakat dalam menjalani ibadah puasa. Misalnya, jam kerja yang disesuaikan, banyak restoran yang tutup pada siang hari, serta orang-orang yang tidak berpuasa akan meminta maaf jika perlu makan di siang hari. Semua ini memberikan kemudahan bagi umat Islam untuk menjalankan puasa dengan lancar, seakan-akan segala sesuatunya telah tersedia dan tinggal dijalani.

Persoalan yang timbul adalah bagaimana kebiasaan baik yang diperoleh selama bulan puasa dapat terus dipertahankan. Setelah terbiasa makan hanya dua kali sehari dan kini tiga kali sehari, seringkali individu mengalami guncangan fisik, psikologis, dan sosial. Guncangan fisik meliputi kebiasaan tidak bangun pagi buta untuk sahur, yang dapat mengacaukan pola makan. Guncangan psikologis mencakup kehilangan rasa sabar. Sedangkan guncangan sosial mencakup berkurangnya silaturahmi karena mengandalkan komunikasi melalui telepon.

Tentu masih banyak guncangan lain yang mungkin kita hadapi setelah bulan puasa berakhir. Agar kebiasaan baik yang diperoleh selama bulan puasa tetap terjaga, ada beberapa cara yang bisa dilakukan. Pertama, kita harus menyadari bahwa kita menjadi contoh bagi anak-anak. Kesadaran ini akan mendorong kita untuk menjadi lebih berhati-hati dalam bertutur kata dan berperilaku, karena anak-anak akan mencontoh perilaku kita. Hal ini sejalan dengan konsep belajar sosial.

Salah satu cara kedua untuk menjaga kebiasaan positif adalah dengan berpuasa lagi di bulan Syawal ini, kemudian dilanjutkan dengan berpuasa pada hari Senin dan Kamis. Walaupun berpuasa hanya setengah hari, hal ini akan membantu kita untuk disiplin dalam pola hidup. Cara ketiga adalah dengan menggunakan lingkungan sosial dengan bijaksana. Lingkungan sosial tersebut dapat berupa teman dalam pergaulan dan media massa. Pilihlah teman yang dapat dipercaya untuk bergaul, serta konsumsilah media massa yang dapat meningkatkan semangat dan menyebarkan hal-hal positif. Jika merasa media massa yang digunakan saat ini hanya memberitakan hal negatif, segera beralih ke media massa lain yang lebih mempromosikan kebaikan.

 


 

Tips agar terlihat stylish dan trendi dalam berbusana muslim

|| || || Leave a comments

Perkembangan Busana Muslim yang sesuai dengan ajaran agama semakin menarik perhatian. Oleh karena itu, diperlukan ide-ide kreatif dalam merancang Busana Muslim yang mengikuti tren mode saat ini. Selain berfungsi untuk menutup aurat dan sebagai bentuk ketaatan kepada Allah,

Busana muslim tidak hanya dikenakan saat pergi ke masjid atau menghadiri acara pengajian. Saat ini, dengan perkembangan tren busana muslim yang semakin pesat, Anda dapat tampil elegan dan modis dengan memakai busana muslim yang simpel, sederhana, namun tetap anggun. Busana muslim yang terbuat dari katun atau shantung adalah pilihan yang baik, karena bahan-bahan tersebut lembut dan mudah menyerap keringat, sehingga nyaman digunakan. Hindari busana muslim yang terbuat dari bahan tipis dan kasar, karena selain tidak sesuai aturan agama, akan membuat Anda merasa tidak nyaman saat mengenakannya. Pilihlah model busana muslim yang sesuai dengan ukuran tubuh Anda, gunakan warna gelap jika Anda berbadan gemuk untuk menyamarkan bentuk tubuh, atau pilih warna terang jika Anda kurus agar terlihat lebih berisi.

Ketika memilih busana muslim, pastikan Anda tidak salah ukuran, karena hal itu dapat merusak penampilan Anda atau bahkan membahayakan diri Anda. Misalnya, memilih busana muslim yang terlalu besar bisa membuat Anda tersandung dan jatuh saat berjalan. Selain itu, busana muslim yang kebesaran juga bisa membuat Anda tanpa sadar mengenai kotoran atau najis di sekitar Anda. Oleh karena itu, pilihlah busana muslim yang pas dengan ukuran tubuh Anda, tidak terlalu ketat namun juga tidak terlalu longgar. Ketika membeli busana muslim baru, pastikan untuk memilih warna atau corak yang dapat dipadukan dengan busana muslim yang sudah Anda miliki, sehingga Anda dapat menciptakan gaya yang sesuai dan modis dengan koleksi busana muslim Anda.

Dengan cara ini, Anda dapat menghemat uang belanja Anda. Hanya dengan memiliki beberapa model busana muslim, Anda bisa merasa memiliki banyak koleksi busana muslim dengan memadukannya dengan pintar. Selain itu, Anda juga bisa mencari inspirasi model busana muslim terbaru agar tampilan Anda terlihat lebih stylish dan anggun di manapun Anda pergi. Dengan begitu, Anda tidak akan ketinggalan model terbaru dan tetap up to date dalam berbusana.

Busana Muslim juga dapat menjadi perhiasan bagi pemakainya. Sayangnya, desain Busana Muslim kebanyakan ditujukan untuk orang dewasa dan seringkali melupakan busana untuk remaja dan anak-anak. Berikut adalah tips dalam merancang Busana Muslim untuk anak-anak dan remaja:

1. Pilih bahan yang menyerap keringat dan nyaman dipakai, seperti katun atau campuran katun.
2. Hindari mencontoh model dan gaya busana orang dewasa.
3. Desain harus praktis namun tetap modis.
4. Pastikan busana memiliki unsur yang bisa diubah-ubah, sehingga bisa dipakai dalam berbagai kesempatan.
5. Gunakan siluet garis A dan hindari siluet garis H atau gaun lurus yang terlalu ketat.
6. Atasan sebaiknya tidak terlalu panjang, hindari potongan di bawah lutut, atau jika memilih gaun panjang, potong hingga mata kaki.
7. Desain harus longgar agar memudahkan gerakan aktif anak-anak dan remaja.
8. Model busana dengan kerut-kerut dan lipit-lipit disukai oleh anak-anak dan remaja yang ceria.
9. Pilih lengan baju dengan bentuk pof, Bishop, trumpet, dengan manset elastis atau polos panjang hingga pergelangan tangan.
10. Garis pinggang naik dan penggunaan pane; "yoke" dapat membedakan desain Busana Muslim untuk anak-anak dan remaja dari desain untuk orang dewasa.

Memberikan nama bayi atau anak dengan cara Islami

|| || || Leave a comments

Meskipun sastrawan Inggris, Shakespeare, pernah berkata "What's in a name?" dan menyinggung tentang pentingnya sebuah nama, namun dalam Islam, sebuah nama memiliki makna yang sangat penting.

Terdapat seorang teman yang memiliki nama yang kurang baik yang diberikan oleh orang tuanya. Namun, karena malu ketika berada di SMP, teman tersebut memutuskan untuk mengganti namanya menjadi lebih baik. Ada juga yang diberi nama Letoy (lemas), yang dapat membuat anak tersebut merasa malu atau rendah diri ketika namanya dipanggil dengan sebutan yang buruk oleh teman-temannya.

Nabi Muhammad Saw memerintahkan agar para orang tua memberikan nama yang baik kepada anak-anak mereka. Nabi pernah mengubah nama yang memiliki arti buruk, Barrah, menjadi Zainab. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya memberikan nama yang baik kepada anak-anak.

Hendaknya proses pemberian nama dilakukan pada saat aqiqah, yaitu ketika anak di usia tujuh hari. Pada saat itulah, kedua orang tua harus menyembelih kambing sesuai dengan perintah agama dan memberikan nama yang baik kepada anak mereka.

Nabi juga melarang umatnya untuk menggunakan gelar Abu Qosim sebagai nama, sehingga menegaskan kembali pentingnya memberikan nama yang baik kepada anak-anak sesuai dengan ajaran agama Islam.

Dari Anas bin Malik, ia menceritakan: Seorang teman menyapa seseorang di Baqi dengan panggilan "Hai Abul Qasim!". Rasulullah saw. menoleh ke arah si penyapa. Orang tersebut langsung menjelaskan: "Ya Rasulullah, saya tidak bermaksud memanggil Anda. Saya sebenarnya memanggil si Fulan." Rasulullah saw. kemudian bersabda: "Kalian boleh memberi nama dengan namaku, tapi jangan memberikan julukan dengan julukanku."

Sebaliknya, Nabi menganjurkan agar kita memberikan nama anak dengan nama beliau, yaitu Muhammad. Abu Hurairah menceritakan bahwa Rasulullah saw. bersabda: "Berikanlah nama dengan namaku, tetapi jangan memberikan julukan dengan julukanku."

Nabi juga melarang kita untuk menamai anak dengan nama Allah, seperti Malikul Amlak dan Malikul Mulk, karena itu adalah nama Allah. Nama yang paling disukai oleh Allah adalah Abdullah dan Abdurrahman. Nama yang paling jelek di sisi Allah adalah seorang yang bernama Malikul Muluk.

Allah memiliki asmaa-ul husna (nama-nama yang baik), maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna. Nabi juga memberi nama-nama Nabi seperti Ibrahim kepada seorang anak.

Sebaiknya nama adalah Abdul (Hamba) dengan Asma'ul Husna (99 Nama Allah yang baik), seperti Abdullah, Abdurrahman, Abdul Hakim, Abdul Hadi, dan sebagainya.

Dari Aisyah ra., ia mengisahkan bahwa Asma binti Abu Bakar ra. meninggalkan Mekah saat hijrah dalam keadaan hamil Abdullah bin Zubair. Saat tiba di Quba, ia melahirkan Abdullah di sana. Setelah melahirkan, Asma pergi menemui Rasulullah saw. untuk meminta beliau memegang si bayi. Rasulullah saw. mengambil bayi tersebut dan meletakkannya di pangkuannya. Kemudian beliau meminta kurma. Aisyah ra. mengatakan bahwa mereka harus mencari sebentar sebelum menemukannya. Rasulullah saw. mengunyah kurma tersebut dan memberikannya ke mulut bayi, sehingga kunyahannya menjadi yang pertama masuk ke perut bayi tersebut. Kemudian Asma berkata bahwa Rasulullah saw. mengusap bayi tersebut, mendoakannya, dan memberinya nama Abdullah. Ketika bayi itu berusia tujuh atau delapan tahun, ia datang untuk berbaiat kepada Rasulullah saw., atas perintah ayahnya, Zubair. Rasulullah saw. tersenyum melihat anak itu menghadap beliau, sebelum kemudian membaiatkannya.

Dari Sahal bin Saad ra., ia menceritakan bahwa Al-Mundzir bin Abu Usaid dibawa menghadap Rasulullah saw. saat baru dilahirkan. Beliau meletakkan bayi tersebut di pangkuannya, sementara Abu Usaid duduk di depan beliau. Ketika perhatian Rasulullah saw. teralihkan ke arah lain, Abu Usaid meminta seseorang mengambil anaknya dari pangku Rasulullah saw. dan memindahkannya. Saat Rasulullah saw. sadar, beliau bertanya tentang anak tersebut. Abu Usaid menjawab bahwa mereka telah memindahkannya, dan Rasulullah saw. kemudian menanyakan nama anak tersebut. Abu Usaid menjawab bahwa nama anak tersebut adalah Fulan, namun Rasulullah saw. mengubahnya menjadi Mundzir. Sejak hari itu, anak tersebut diberi nama Mundzir.

Meskipun ada pendapat bahwa nama dapat dalam bahasa apa saja, bukan hanya Arab, namun saya pribadi berpandangan bahwa nama dalam bahasa Arab lebih baik karena merupakan bahasa umum yang dipahami oleh umat Islam. Dengan demikian, arti nama dalam bahasa Arab dapat dipahami secara standar oleh siapa pun. Contohnya, nama Muhammad memiliki arti terpuji, sementara Abdullah berarti Hamba Allah.

Namun, dalam bahasa lain, meskipun arti nama tersebut bagus, namun dalam bahasa lain mungkin memiliki arti yang kurang baik. Sebagai contoh, kata "Tai" dalam bahasa Cina berarti besar, namun dalam bahasa Indonesia "Tai" memiliki arti kotoran yang dapat menjadi bahan tertawaan bagi orang lain.

Berikut ini adalah beberapa contoh nama-nama Islami yang dapat dipertimbangkan untuk diberikan kepada bayi:

Nama-nama yang diberikan kepada Nabi-nabi dan orang-orang baik dalam Al-Qur'an menunjukkan kebesaran dan keberkahan yang tersemat dalam setiap pribadi yang disebutkan. Mulai dari Nabi Muhammad atau Ahmad, Adam, Idris, Nuh, Hud, Saleh, Ibrahim, Ismail, Ishaq, hingga nama-nama seperti Luth, Ya'qub, Yusuf, dan banyak lagi.

Tidak hanya itu, Nabi-nabi juga memberikan nama-nama yang memiliki makna mendalam seperti Zainab, Ibrahim, dan Mundzir kepada orang-orang terdekat mereka. Anak-anak Nabi pun dibaptis dengan nama-nama yang penuh keagungan seperti Ibrahim dan Qosim, sementara cucu Nabi dianugerahi nama Hasan dan Husein.

Tak lupa pula istri-istri tercinta Nabi yang bernama Aisyah, Ummu Salamah, Hafsah, Khadijah, Zainab, dan lainnya yang selalu setia mendampingi dan mendukung beliau dalam dakwah. Orang tua Nabi, paman, sahabat, semuanya memiliki peran penting dalam kehidupan Nabi untuk menyebarkan agama Islam.

Semua nama-nama tersebut tidak hanya sekadar sebutan, namun juga mewakili kebaikan, kebijaksanaan, keteguhan, dan kekuatan yang menjadi teladan bagi umat Islam. Dalam Al-Qur'an, nama-nama seperti Luqman, Dzulkarnain, dan Imran juga disebutkan sebagai sosok-sosok yang patut dicontoh dalam menjalani kehidupan.

Dengan memahami makna di balik setiap nama yang disebutkan dalam Al-Qur'an, kita bisa belajar banyak tentang nilai-nilai luhur yang harus dipegang teguh dalam kehidupan sehari-hari. Semoga kita senantiasa mendapatkan inspirasi dan keberkahan dari nama-nama mulia tersebut.

Kemewahan, Keserakahan, Kesederhanaan, dan Kemiskinan Kemegahan, Keinginan berlebih, Kehalusan, dan Kekurangan

|| || || Leave a comments

Kehidupan yang mewah dan berfoya-foya dapat membuat seseorang menjadi serakah. Untuk hidup dalam kemewahan, seseorang memerlukan uang yang cukup banyak. Namun, jika pengeluaran melebihi pemasukan, maka hal itu akan menjadi beban yang berat bagainya. Akibatnya, dia akan terus mencari uang lebih banyak lagi.

Ada orang yang menggunakan kartu kredit sehingga terjerat hutang dan harus berurusan dengan debt collector. Ada yang berutang namun tidak mau mengembalikannya. Saya pernah didekati oleh seorang kenalan yang meminjam uang puluhan juta rupiah padahal saya hanya menggunakan angkot sebagai transportasi sehari-hari, sedangkan dia selalu naik mobil mewah ber-AC. Belakangan, seorang teman melaporkan bahwa saudaranya tidak dibayar ketika berbisnis dengan orang tersebut. Banyak juga pejabat yang terlibat korupsi agar bisa memiliki banyak harta benda mewah. Semua ini adalah akibat dari gaya hidup mewah yang berlebihan, yang membuat seseorang menjadi zhalim terhadap orang lain.

Tak hanya itu, ada juga yang melakukan monopoli tanah sehingga merugikan pihak lain. Sebagai contoh, 69,4 juta hektar tanah di Indonesia dikuasai oleh hanya 652 pengusaha. Sementara jutaan petani hanya memiliki tanah kurang dari setengah hektar, bahkan ada yang sama sekali tidak memiliki tanah dan hidup dalam kemiskinan. Jika tanah-tanah ini dibagikan secara adil, maka kemiskinan yang dialami oleh para petani yang hanya bisa menjadi buruh tani bisa diatasi.

Seperti yang dikatakan Gandhi, "Bumi ini cukup untuk memenuhi kebutuhan kita semua, namun tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan segelintir orang yang serakah." Nabi Muhammad SAW juga mengingatkan bahwa manusia cenderung serakah dan tidak pernah merasa puas. Hanya dengan kembali kepada-Nya, seseorang bisa menemukan kedamaian sejati.

Pernyataan di atas mengungkapkan bahwa keserakahan tidak memiliki batas. Kelaparan dan kemiskinan terjadi karena para serakah yang menimbun harta mereka dan enggan membaginya kepada orang-orang yang membutuhkan.

Dalam majalah Fortune, disebutkan bahwa orang terkaya di dunia, Carlos Slim memiliki harta sebesar 59 miliar dollar atau setara dengan Rp 554 triliun, sedangkan Bill Gates memiliki harta sebesar 56 miliar dollar dan Lakshmi Mittal dengan harta sebesar US$ 32 miliar. Total kekayaan 1000 orang terkaya di dunia versi Forbes mencapai 33.000 triliun rupiah.

Jika 1000 orang terkaya tersebut cukup puas dengan Rp 10 miliar dan sisanya disumbangkan, maka 6,6 miliar penduduk dunia bisa menikmati hampir Rp 5 juta per orang atau Rp 20 juta per keluarga. Dengan demikian, kemiskinan absolut dapat dihindari. Jika 10 juta orang terkaya bisa bersedekah dan tidak menimbun harta terlalu banyak, maka tidak akan ada orang miskin yang harus menderita kelaparan.

Oleh karena itu, Allah mengingatkan agar harta tidak hanya ditimbun oleh para orang kaya, tetapi juga harus disalurkan kepada orang-orang yang membutuhkan, sehingga harta tidak hanya beredar di antara orang-orang kaya saja.

"Dalam harta mereka, terdapat hak bagi orang miskin yang meminta serta orang miskin yang tidak mendapat bagian." [Adz Dzaariyaat 19]

Kita dilarang hidup boros dan berfoya-foya sehingga sisa harta yang tersisa untuk disedekahkan hanya sedikit. Orang yang hidup boros dan bermewah-mewahan dianggap sebagai saudara dari setan. Bagaimana mungkin, ketika banyak orang kelaparan, ada yang malah hidup mewah?

"Berikanlah kepada keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin, dan orang yang dalam perjalanan, dan janganlah kamu menghambur-hamburkan harta secara boros. Sesungguhnya, orang yang boros adalah saudara dari setan dan setan sangat ingkar kepada Tuhannya." [Al Israa':26-27]

"Megah-megahan telah melalaikan kamu." [At Takaatsur:1]

Sebagai seorang Nabi dan pemimpin negara, Nabi Muhammad menolak hidup mewah, meskipun kerajaan Romawi dan Persia hampir jatuh ke tangan Islam. Pada masa Sahabat, kedua kerajaan besar itu tunduk pada Islam. Berbeda dengan Raja Romawi dan Persia yang hidup mewah dengan kekayaan, beliau memilih untuk hidup sederhana. Nabi tidur hanya dengan alas dari pelepah kurma, dan perabot rumahnya sangat sederhana sehingga membuat Umar ra menangis terharu.

Kisah Umar ra: Suatu ketika, aku (Umar) mendatangi Rasulullah saw. yang sedang beristirahat di atas tikar. Aku duduk di dekat beliau dan melihat bahwa beliau hanya tertutup oleh selembar kain sarung. Bekas tikar terlihat jelas di tubuh beliau. Saat aku melihat sekeliling kamar, aku menemukan segenggam gandum, daun penyamak kulit, dan selembar kulit binatang yang belum sempurna disamak. Air mataku tak terbendung melihat kondisi tersebut. Rasulullah pun bertanya, "Mengapa engkau menangis, wahai putra Khathab?" Aku menjawab, "Bagaimana mungkin aku tidak menangis, melihatmu berada dalam keadaan seperti ini, sementara para penguasa dunia hidup dalam kemewahan." Rasulullah saw. kemudian berkata, "Wahai putra Khathab, apakah engkau tidak rela jika akhirat menjadi milik kita dan dunia menjadi milik mereka?"

Keluarga Nabi tidak pernah makan sampai kenyang selama tiga hari berturut-turut. Mereka selalu merasakan kelaparan setiap tiga hari. Hal ini berbeda dengan sebagian umat Islam yang lebih memperhatikan status sosial ketika memilih apa yang mereka konsumsi. Nabi dan keluarganya hidup sederhana, tidak seperti sebagian pejabat Muslim yang menggunakan jabatannya untuk keuntungan pribadi.

'Aisyah melaporkan bahwa keluarga Muhammad (SAW) tidak pernah makan sampai kenyang dengan roti gandum selama tiga malam berturut-turut sejak mereka tinggal di Medina hingga wafatnya. Nabi tidak meninggalkan harta warisan saat beliau wafat. Dalam hadis disebutkan bahwa Rasulullah SAW tidak meninggalkan harta warisan, tidak sedinar pun, tanpa kambing atau unta, dan tidak memberikan wasiat apapun.

Nabi sederhana bukan karena terpaksa, tetapi karena kesadaran sebagai pemimpin negara untuk hidup sederhana dan berbagi dengan fakir miskin. Meskipun bisa hidup mewah seperti Raja Romawi dan Persia, segala harta yang diterimanya langsung disedekahkan kepada yang membutuhkan. Tidak pantas bagi ulama atau tokoh Islam hidup bermewah-mewahan dengan alasan meniru Nabi Sulayman, karena yang harus diikuti saat ini adalah Syari'at Nabi Muhammad. Kita tidak boleh menggunakan syariat Nabi sebelumnya, contohnya seperti Nabi Ibrahim yang menyembelih anaknya sebagai kurban atau meniru cara sholat/Haji Nabi lainnya seperti Nabi Daud. Nabi Muhammad adalah teladan bagi kita.

Istri Nabi, Aisyah, pernah menceritakan bahwa Nabi mendapat hadiah yang banyak suatu pagi, namun sebelum petang tiba, harta tersebut sudah habis dibagikan kepada fakir miskin. Itulah akhlak Nabi yang sesuai dengan firman Allah dalam Al-Qur'an, "Engkau tak akan mendapatkan kebaikan apa pun hingga kalian menyedekahkan sebagian harta yang paling kalian cintai. Ketahuilah, apa pun yang kalian infakkan, Allah pasti mengetahuinya" (Ali 'Imran: 92).

Dalam sebuah hadis, Nabi SAW menyatakan bahwa setiap Muslim wajib bersedekah. Jika tidak mampu memberi harta, maka berusahalah dengan tangan sendiri untuk mendapatkan rezeki dan dapat bersedekah. Jika tetap tidak mampu, membantu orang yang sangat membutuhkan adalah bentuk sedekah. Jika tidak bisa juga, menganjurkan kebaikan dan menahan diri dari kejahatan juga dianggap sebagai sedekah untuk diri sendiri.

Kita tidak seharusnya hidup mewah sementara banyak orang miskin di sekitar kita. Banyak anak-anak dan balita miskin yang terpaksa mencari makan di jalanan, bahkan berisiko menghadapi kekerasan seksual. Seharusnya, dengan kekayaan yang dimiliki, kita membantu mereka keluar dari kemiskinan agar tidak terlantar di jalanan. Ayo berbagi kepada sesama dan berbuat kebaikan, karena itulah yang akan membuat dunia ini menjadi tempat yang lebih baik bagi kita semua.

Apakah kamu tahu siapa yang mengingkari agama? Mereka adalah orang-orang yang mengabaikan anak yatim dan menolak untuk memberi makan orang miskin. Selama kita hidup bermewah-mewah tanpa peduli kepada sesama, itu berarti kita hanya berdusta terhadap agama. Semua amalan ibadah yang kita lakukan tidak akan bermakna jika kita tidak peduli terhadap orang lain.

Pada akhirnya, kita akan dimintai pertanggungjawaban bukan hanya atas asal-usul harta kita, tetapi juga bagaimana kita menggunakan harta tersebut. Jika kita enggan membayar zakat dan tidak mau memberi sedekah, kita dianggap sebagai orang yang kotor. Allah telah memerintahkan kita untuk membersihkan diri dengan zakat.

Kita harus belajar hidup sederhana dan bersyukur dengan apa yang telah kita miliki. Orang yang serakah dan tidak pernah merasa cukup akan selalu merasa tidak bahagia. Golongan yang disiksa di neraka antara lain adalah golongan yang hidup bermewah-mewah. Mereka akan disiksa dengan angin panas, air mendidih, dan naungan asap yang hitam. Mereka selalu berbuat dosa besar dan meragukan kebangkitan setelah mati.

Jadi, mari kita jauhi sifat serakah dan belajar untuk peduli terhadap sesama agar kita tidak termasuk golongan yang mengingkari agama.

Jadi, hentikan keserakahan dan gaya hidup mewah atau boros ala raja Romawi dan Persia. Ikuti sunnah Nabi yang hidup sederhana dan rajin bersedekah.

Kemukjizatan Al Qur’an dan perkembangan ilmu pengetahuan modern

|| || , || Leave a comments

Benar sekali bahwa Al Qur'an diakui sebagai mukjizat. Hal ini dapat dibuktikan dengan ayat-ayat yang terdapat di dalamnya, yang turun pada abad ke-7 Masehi di mana pengetahuan manusia masih terbatas. Ayat-ayat tersebut ternyata sesuai dengan pengetahuan modern yang baru-baru ini ditemukan oleh manusia.

Misalnya, dalam surah Al Anbiyaa ayat 30, dijelaskan bahwa langit dan bumi dulunya merupakan satu kesatuan sebelum dipisahkan oleh Allah. Hal ini sesuai dengan teori Big Bang dalam ilmu pengetahuan modern, di mana alam semesta awalnya merupakan satu kesatuan sebelum akhirnya terpecah menjadi seperti sekarang.

Selain itu, dalam Al Qur'an juga disebutkan bahwa segala sesuatu yang bernyawa memerlukan air untuk hidup. Hal ini juga sesuai dengan fakta bahwa keberadaan air merupakan indikasi adanya kehidupan di suatu planet.

Dalam ayat-ayat lainnya, disebutkan pula bahwa matahari dan bulan bergerak dalam orbit tertentu. Ini juga sesuai dengan pengetahuan modern tentang gerak rotasi dan revolusi benda-benda langit.

Al Qur'an juga telah menggambarkan mengenai mengembangnya alam semesta, yang sekarang dikenal sebagai teori Expanding Universe dalam ilmu astronomi. Dengan demikian, Al Qur'an dapat dianggap sebagai mukjizat yang mengandung pengetahuan yang jauh melebihi zamannya.

Menurut Al Qur'an, langit diperluas. Ini sejalan dengan temuan ilmu pengetahuan modern. Stephen Hawking, dengan teori Big Bang-nya, menyatakan bahwa alam semesta terus membesar dengan kecepatan yang fantastis sejak peristiwa Big Bang. Teori lain seperti Inflationary juga mendukung gagasan bahwa jagad raya terus berkembang. Ilmuwan menyamakan fenomena ini dengan balon yang ditiup.

Sebelum abad ke-20, pandangan umum dalam ilmu pengetahuan adalah bahwa alam semesta statis, ada sejak selamanya tanpa awal. Namun, penelitian modern menunjukkan bahwa alam semesta memiliki titik awal dan terus berkembang.

Pada awal abad ke-20, Alexander Friedmann dari Rusia dan George Lemaitre dari Belgia, secara teoritis membuktikan bahwa alam semesta terus bergerak dan membesar.

Data pengamatan pada tahun 1929 yang dilakukan oleh Edwin Hubble, seorang astronom Amerika, menemukan bahwa bintang dan galaksi saling menjauh, mendukung gagasan bahwa alam semesta sedang mengembang.

Gunung yang Bergerak
"Anda melihat gunung-gunung itu, Anda mengira mereka tetap diam, padahal mereka bergerak sebagaimana bergeraknya awan." [QS 27:88]

Selama 14 abad yang lalu, manusia selalu berpikir bahwa gunung-gung itu diam, tidak bergerak. Namun dalam Al Qur'an telah disebutkan bahwa gunung itu sebenarnya bergerak.

Gerakan gunung-gunung ini terjadi karena pergerakan kerak bumi tempat mereka berada. Pada awal abad ke-20, seorang ilmuwan Jerman bernama Alfred Wegener pertama kali mengemukakan bahwa benua-benua di permukaan bumi pernah menyatu dan kemudian bergeser ke arah yang berbeda, sehingga terpisah saat bergerak menjauhi satu sama lain.

Para ahli geologi baru memahami kebenaran pernyataan Wegener pada tahun 1980, setelah 50 tahun kematiannya. Wegener pernah menyatakan bahwa sekitar 500 juta tahun yang lalu, seluruh daratan di permukaan bumi adalah satu kesatuan yang dikenal sebagai Pangaea. Daratan ini terletak di kutub selatan.

Kemudian, sekitar 180 juta tahun yang lalu, Pangaea terbelah menjadi dua bagian yang bergerak ke arah yang berbeda. Salah satunya adalah Gondwana, yang mencakup Afrika, Australia, Antartika, dan India. Sedangkan yang lain adalah Laurasia, mencakup Eropa, Amerika Utara, dan Asia (kecuali India). Selama 150 tahun setelah pemisahan ini, Gondwana dan Laurasia terbagi menjadi daratan-daratan yang lebih kecil.

Benua-benua yang terbentuk setelah pemisahan Pangaea terus bergerak di permukaan bumi sejauh beberapa sentimeter per tahun. Peristiwa ini juga mengubah perbandingan luas antara wilayah daratan dan lautan di Bumi.

Pergerakan kerak bumi ini ditemukan setelah penelitian geologi dilakukan pada awal abad ke-20. Ilmuwan menjelaskan bahwa kerak bumi terdiri dari lapisan-lapisan yang disebut lempengan. Lempengan-lempengan ini bergerak di permukaan bumi, membawa benua dan dasar lautan bersama mereka. Pergerakan benua ini terus berlangsung, menghasilkan perubahan geografi bumi secara perlahan.

Allah telah menyinggung tentang gerakan gunung sebagaimana bergeraknya awan dalam ayat tersebut. Ilmuwan masa kini juga menggunakan istilah "continental drift" untuk gerakan ini. Tidak diragukan lagi, Al Qur'an menyatakan fakta ilmiah ini sebelum ditemukan oleh ilmuwan.

Ada juga tafsiran bahwa bumi bergerak seperti awan itu adalah bumi kita. Bumi tidak diam, seperti yang dipikirkan orang-orang dulu, dan juga kita sebelum mendapat penjelasan dari guru-guru kita. Ternyata, bumi bergerak karena rotasi di porosnya dan karena revolusi mengelilingi Matahari. Bumi bergerak bersama-sama Matahari, mengelilingi jagad raya ini.

Angin yang digunakan oleh Allah untuk mengawinkan tumbuhan dengan menyebar serbuk sari adalah konsep yang belum dikenal oleh manusia pada abad ke-7 Masehi. Baru-baru ini, pada abad-abad terakhir, manusia mulai memahami fenomena ini. Meskipun demikian, Allah telah mengungkapkan keajaiban tersebut melalui Al-Qur'an!

Nubuwat Kemenangan Romawi atas Persia
"Alif, Lam, Mim. Telah dikalahkan bangsa Romawi, di negeri yang terdekat dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang, dalam beberapa tahun (lagi). Bagi Allah-lah urusan sebelum dan sesudah (mereka menang)." (Al Qur'an, 30:1-4)

Ayat-ayat ini diturunkan sekitar tahun 620 Masehi, hampir tujuh tahun setelah kekalahan hebat Bizantium Kristen di tangan bangsa Persia, ketika Bizantium kehilangan Yerusalem. Kemudian diriwayatkan dalam ayat ini bahwa Bizantium dalam waktu dekat menang. Padahal, Bizantium waktu itu telah menderita kekalahan sedemikian hebat hingga nampaknya mustahil baginya untuk mempertahankan keberadaannya sekalipun, apalagi merebut kemenangan kembali. Tidak hanya bangsa Persia, tapi juga bangsa Avar, Slavia, dan Lombard menjadi ancaman serius bagi Kekaisaran Bizantium. Bangsa Avar telah datang hingga mencapai dinding batas Konstantinopel. Kaisar Bizantium, Heraklius, telah memerintahkan agar emas dan perak yang ada di dalam gereja dilebur dan dijadikan uang untuk membiayai pasukan perang. Banyak gubernur memberontak melawan Kaisar Heraklius dan dan Kekaisaran tersebut berada pada titik keruntuhan. Mesopotamia, Cilicia, Syria, Palestina, Mesir dan Armenia, yang semula dikuasai oleh Bizantium, diserbu oleh bangsa Persia. (Warren Treadgold, A History of the Byzantine State and Society, Stanford University Press, 1997, s. 287-299.)
Diselamatkannya Jasad Fir'aun

"Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu" [QS 10:92]

Maurice Bucaille dulunya adalah peneliti mumi Fir'aun di Mesir. Pada mumi Ramses II Dia menemukan keganjilan, yaitu kandungan garam yang sangat tinggi pada tubuhnya. Dia baru kemudian menemukan jawabannya di Al-Quran, ternyata Ramses II ini adalah Firaun yang dulu ditenggelamkan oleh Allah swt ketika sedang mengejar Nabi Musa as.

Injil & Taurat hanya menyebutkan bahwa Ramses II tenggelam; tetapi hanya Al-Quran yang kemudian menyatakan bahwa mayatnya diselamatkan oleh Allah swt, sehingga bisa menjadi pelajaran bagi kita semua.

Perhatikan bahwa Nabi Muhammad saw hidup 3000 tahun setelah kejadian tersebut, dan tidak ada cara informasi tersebut (selamatnya mayat Ramses II) dapat ditemukan beliau (karena di Injil & Taurat pun tidak disebut). Makam Fir'aun, Piramid, yang tertimbun tanah baru ditemukan oleh arkeolog Giovanni Battista Belzoni tahun 1817. Namun Al-Quran bisa menyebutkannya karena memang firman Allah swt (bukan buatan Nabi Muhammad saw).

Semua hal dalam alam ini diciptakan berpasang-pasangan, seperti yang diungkapkan dalam Al Qur'an. Konsep ini mencakup segala hal, baik yang tampak maupun yang tidak diketahui manusia. Ketika kita membaca ayat yang menyebutkan tentang pasangan dalam alam, sebenarnya kita dibawa pada pemikiran yang lebih dalam, yang selaras dengan ilmu pengetahuan saat ini.

Ayat tersebut juga mencakup makna yang lebih luas, seperti yang ditemukan oleh ilmuwan Paul Dirac. Beliau menemukan bahwa materi selalu berpasangan dengan anti-materi, yang memiliki sifat-sifat yang berlawanan. Fakta ini menunjukkan keajaiban Al Qur'an yang sesuai dengan penemuan ilmiah modern, yang tidak mungkin diketahui pada zaman Nabi Muhammad.

Al Qur'an adalah kitab suci yang benar dan tanpa keraguan di dalamnya. Tidak seperti kitab suci agama lain yang memiliki banyak versi yang bertentangan, Al Qur'an adalah satu-satunya kitab suci yang selalu konsisten. Kitab suci ini juga mampu dihafal oleh jutaan orang, sehingga kesuciannya tetap terjaga.

Dengan demikian, Al Qur'an adalah petunjuk bagi mereka yang bertaqwa dan merupakan mukjizat yang tidak dapat disangkal keasliannya.

Aliran sesat memiliki ciri-ciri yang perlu diwaspadai agar tidak terjebak

|| || || Leave a comments

Saat ini, banyak aliran sesat mulai bermunculan. Salah satu ciri khas dari aliran sesat ini adalah pemimpinnya mengklaim diri sebagai Nabi atau Rasul (biasanya mengaku sebagai Nabi Isa) untuk mendapatkan pengikut yang lebih loyal dan menyampaikan ajaran-ajaran baru yang bertentangan dengan Al Qur'an dan Hadits. Contohnya, ada yang menyatakan bahwa sholat dan puasa tidak perlu dilakukan, bahkan mengatakan bahwa sholat hanya perlu dilakukan sekali. Ada juga yang mengajarkan agar ibadah haji tidak dilakukan di Mekkah, melainkan di tempat lain.

Jika kita benar-benar memahami isi Al Qur'an dan Hadits, tentu kita akan mampu mengidentifikasi aliran sesat tersebut. Sebagai contoh, dalam satu hadits disebutkan tentang rukun Iman dan rukun Islam. Rukun Iman mencakup keyakinan kepada Allah, Malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, hari kiamat, dan takdir Allah yang baik dan buruk. Keyakinan kepada Rasul berarti meyakini bahwa Nabi Muhammad adalah Nabi terakhir, seperti yang disebutkan dalam surat Al Ahzab:40.

“Muhammad bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup para Nabi. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” [Al Ahzab:40]

Oleh karena itu, apabila ada yang mengklaim diri sebagai Nabi setelah Nabi Muhammad dan membawa ajaran baru, jelas dia adalah seorang pembohong karena ajaran Islam telah disempurnakan oleh Allah pada zaman Nabi Muhammad:

“Pada hari ini, Aku telah menyempurnakan agama kalian, dan telah menyempurnakan nikmat-Ku kepada kalian, dan Aku ridha menjadikan Islam sebagai agama kalian.” [Al Maa'idah:3]

Jika ada yang menyatakan bahwa sholat dan puasa tidak perlu dilakukan karena perintahnya belum turun, itu adalah ajaran sesat yang bertentangan dengan Al Qur'an dan Hadits.

“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran), dan dirikanlah sholat. Sesungguhnya..” [Al ‘Ankabuut:45]

Bahkan ketika Nabi Isa turun ke dunia nanti, dia tidak akan membawa ajaran baru, tetapi akan menjadi makmum Imam Mahdi dalam sholat. Mereka berdua akan bersatu melawan Dajjal hingga Dajjal dikalahkan. Nabi Isa akan mematahkan salib dan memimpin umat menuju Islam. Jika kita tidak melihat kondisi dunia seperti itu saat ini, berarti kedatangan Nabi Isa belum terjadi.

Untuk menghindari kesesatan, penting bagi kita untuk mempelajari Al Qur'an dan Hadits serta mengikuti ajaran mayoritas ulama yang benar. Kita tidak boleh mengikuti pemimpin sesat dari kelompok minoritas. Kita harus tetap berpegang pada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah agar tidak tersesat.

Al Qur'an jelas memerintahkan kita untuk sholat, berzakat, berpuasa, dan menunaikan haji sebagai kewajiban kepada Allah. Sholat wajib dilakukan 5 waktu sehari, dan puasa wajib di bulan Ramadhan. Jika ada yang menyatakan sebaliknya, itu adalah kesesatan.

Banyak orang, meskipun berpendidikan tinggi, jarang mempelajari Al Qur'an dan Hadits dengan baik. Ketika mereka bertemu dengan penafsir sesat yang menyimpang dari ajaran yang sebenarnya, mereka pun ikut tersesat. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk terus belajar dan mengikuti ajaran yang benar sesuai dengan Al Qur'an dan Hadits.

Ciri khas dari aliran sesat adalah ketika mereka memisahkan diri dari mayoritas jama'ah Islam. Mereka hanya mau berguru dan beribadah hanya dengan kelompok mereka sendiri, memiliki masjid sendiri, dan enggan shalat di masjid lain di luar kelompok mereka.

Rasulullah SAW pernah bersabda bahwa umat Islam akan terbagi menjadi 73 golongan, di mana 72 di antaranya akan masuk neraka dan hanya satu golongan yang akan masuk surga. Ketika ditanya siapa golongan yang selamat, beliau menjawab "Al Jama'ah", yang berarti kumpulan terbesar. Meskipun hanya satu, namun itulah kelompok terbesar yang akan selamat. Sementara kelompok sesat terbagi ke dalam kelompok-kelompok kecil, sehingga jumlah mereka biasanya kurang dari 10 juta orang dari 1,2 miliar umat Islam.

Nabi juga mengatakan bahwa umat Islam tidak akan bersatu dalam kesesatan dan Allah akan melindungi kelompok Muslim yang terbanyak. Beliau menyatakan "Umatku tidak akan bersatu dalam kesesatan" dan "Sesungguhnya Allah tidak akan mengumpulkan umatku dalam kesesatan, dan perlindungan Allah bersama orang-orang yang banyak".

Semoga kita senantiasa terhindar dari aliran sesat dan selalu berada dalam jama'ah yang benar.

Jika ada kelompok pengajian yang jumlahnya sedikit, namun mengkafirkan seluruh umat Islam di luar kelompoknya, maka kelompok tersebut pasti sesat. Banyak kelompok sesat yang menggunakan hadits tentang 73 golongan di atas untuk mengklaim bahwa merekalah yang benar. Karena jumlah mereka sedikit karena hanya berada dalam kelompok sempalan, mereka mengaku sebagai ghuroba atau orang asing.

Jika seseorang menyembah Tuhan selain Allah, itu berarti dia kafir. Jika seseorang menganggap Al Qur'an tidak sempurna atau sudah berubah, itu berarti kafir. Jika seseorang meyakini adanya Nabi lain setelah Nabi Muhammad, itu berarti kafir. Jika seseorang menghina istri dan sahabat Nabi seperti Siti 'Aisyah ra, Abu Bakar ra, Umar bin Khattab ra, dan lainnya, berarti dia sesat.

Penting untuk selalu bergaul dengan jama'ah Muslim. Belajarlah dari berbagai guru agar mendapatkan banyak ilmu dan dapat memahami kebenaran yang sejati. Jika hanya belajar dari satu guru dan ternyata guru tersebut sesat, maka kita juga akan tersesat jika tidak mau belajar dari guru lainnya.

Berikut adalah satu hadits yang mengandung pokok-pokok keimanan dan keislaman. Orang yang melanggar rukun iman dan rukun Islam, pasti telah tersesat:

Umar bin Khattab ra. pernah mengisahkan bahwa suatu hari mereka, para sahabat, sedang duduk di dekat Rasulullah SAW. Tiba-tiba datanglah seorang laki-laki mengenakan pakaian putih dan rambutnya sangat hitam. Tidak ada tanda perjalanan pada dirinya dan tidak ada yang mengenalinya di antara mereka. Dia duduk di hadapan Nabi, meletakkan lututnya di depan Nabi dan meletakkan kedua tangannya di atas paha Nabi. Lalu dia bertanya, "Hai Muhammad, beritahukan padaku tentang Islam." Rasulullah SAW menjawab, "Islam adalah bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasul Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadhan, dan haji ke Baitullah jika mampu melakukannya." Lelaki itu berkata, "Engkau benar." Para sahabat heran, bahwa orang yang bertanya itu juga yang membenarkan jawabannya.

Dia kemudian bertanya, "Beritahukan padaku tentang iman." Rasulullah menjawab, "Iman adalah beriman kepada Allah, MalaikatNya, kitab-kitabNya, para RasulNya, hari akhir, dan beriman kepada takdir Allah yang baik dan buruk." Lelaki itu berkata, "Engkau benar."

Lalu dia bertanya lagi, "Beritahukan padaku tentang Ihsan." Rasulullah menjawab, "Beribadahlah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, dan jika engkau tidak melihat-Nya, ketahuilah bahwa Dia senantiasa melihatmu."

Seorang lelaki bertanya kepada Nabi, "Beritahukan kapan terjadinya kiamat." Nabi menjawab, "Yang ditanya tidak lebih tahu daripada yang bertanya." Lelaki itu kemudian bertanya lagi tentang tanda-tanda kiamat. Nabi menjawab, "Ketika seorang budak wanita melahirkan tuannya, ketika engkau melihat orang bertelanjang kaki tanpa pakaian (miskin papa), dan ketika para pengembala kambing bersaing membangun bangunan megah yang menjulang tinggi."

Setelah mendengar jawaban Nabi, lelaki itu segera pergi. Aku terdiam, dan Nabi bertanya kepadaku, "Tahukah engkau siapa yang bertanya tadi?" Aku menjawab, "Allah dan RasulNya lebih mengetahui." Nabi menjelaskan, "Dia adalah Jibril yang mengajarkan kalian tentang agama kalian."

Apa itu Thoharoh (Cara Bersuci) dan Bagaimana Melakukannya?

|| || || Leave a comments

Al Ghuroba. Secara etimologi, ath-thaharah berarti kesucian dan kebersihan dari segala yang tercela, baik secara lahir maupun batin. Sedangkan dalam konteks fiqih, ath-thaharah merujuk pada hilangnya hambatan-hambatan yang dapat mengganggu sahnya shalat, yaitu hadats atau najis. Proses menghilangkan hadats atau najis dilakukan dengan air atau debu.

Hadats merujuk pada kondisi dimana seorang Muslim kehilangan kesucian wudlu karena adanya keluarnya sesuatu dari kemaluan depan atau belakang, atau karena hubungan suami istri yang melibatkan penetrasi. Jadi, seseorang dikatakan berhadats ketika wudlunya menjadi batal karena sebab-sebab tersebut.

Ath-thaharah menurut istilah fiqih mengacu pada kondisi dimana seseorang telah bersih dari hadats dan najis, sehingga dapat melaksanakan shalat dengan benar.

Beberapa ketentuan terkait hadats telah dijelaskan dalam hadits Rasulullah, dimana shalat seseorang tidak akan diterima tanpa bersuci terlebih dahulu. Hadits ini memberikan penjelasan bahwa hadats meliputi keluarnya angin atau kentut. Namun, para ulama juga menambahkan jenis-jenis hadats lainnya seperti menyentuh kemaluan, menyentuh perempuan, muntah, dan berbekam.

Dengan demikian, hadits yang mengacu pada hadats angin atau kentut merupakan peringatan terhadap hadats yang paling umum terjadi selama shalat. Para ulama juga menjelaskan jenis-jenis hadats lainnya, namun Abu Hurairah dan Al-Bukhari lebih fokus pada hadats yang keluar dari dua jalan.

Para ulama menjelaskan bahwa hadats terdiri dari dua bagian:

1). Al-Hadatsul Asghar, yaitu hadats kecil yang mencakup semua hal yang dapat membatalkan wudhu, yang hanya dapat dihilangkan dengan berwudhu.

2). Al-Hadatsul Akbar, yaitu hadats besar yang mencakup semua hal yang dapat membatalkan wudhu dan harus dihilangkan dengan mandi junub yang disertai dengan berwudhu.

Namun, yang umumnya dikenal adalah hadats yang merupakan hal-hal yang dapat membatalkan wudhu dan hanya dapat dihilangkan dengan berwudhu, atau yang dikenal sebagai al-hadatsul ashgar (hadats kecil). Sedangkan al-hadatsul akbar sering disebut sebagai junub, haidl, atau nifas.

KEUTAMAAN THAHARAH
Setelah memahami tentang najis dan hadats, penting bagi kita untuk memahami keutamaan ath-thaharah di sisi Allah, terutama dalam hubungannya dengan ibadah kepada-Nya. Allah berfirman dalam Al-Qur'an:

"Allah menyukai orang-orang yang banyak bertaubat dan orang-orang yang menjaga kebersihan." (Al-Baqarah: 222)

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda:
"Berthaharah merupakan separuh dari iman." (HR. Muslim)

Dan beliau shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda:
"Kunci shalat adalah bersuci, dan shalat diharamkan dimulai dengan takbir, dan dihalalkan dengan salam." (HR. Tirmidzi)

ADA HAL-HAL YANG TIDAK DIANGGAP NAJIS
Sebelumnya, kita telah membahas bahwa hukum asal segala benda adalah tidak najis kecuali ada keterangan dari Al-Qur'an dan Al-Hadits yang menyatakan bahwa benda tersebut najis. Namun, ada beberapa hal yang sebenarnya tidak najis, namun banyak orang menganggapnya najis. Hal-hal yang tidak termasuk dalam najis adalah:

1) Air mani dari seorang Muslim. Meskipun air mani menyebabkan batalnya wudhu, namun ada riwayat yang menyatakan bahwa air mani tidak najis bagi seorang Muslim. Aisyah Ummul Mukminin pernah melihat air mani kering di baju Rasulullah dan beliau tidak menganggapnya najis.

2) Kotoran dan air kencing hewan yang dagingnya halal dikonsumsi. Sebagai contoh, kotoran dan air kencing kambing, sapi, unta, dan lainnya tidak dianggap najis. Rasulullah pernah memberikan obat kepada orang-orang Uraniyyin dengan minum air kencing unta dan air susunya.

3) Bekas air mandi dan air wudhu seorang Muslim tidak dianggap najis. Begitu pula bersalaman dengan seorang Muslim yang sedang dalam keadaan junub. Rasulullah pernah mandi dengan air bekas mandinya Maimunah.

Dengan demikian, hal-hal tersebut tidak dianggap sebagai benda najis menurut Islam.

4). Jika darah atau nanah keluar dari tubuh seorang Muslim dan bukan dari qubul atau dubur, maka darah tersebut tidak dianggap najis. Sebuah riwayat dari Abu Dawud dalam Sunannya mengisahkan seorang sahabat Nabi dari kalangan Anshar yang terkena panah musuh saat sedang shalat di tengah pertempuran. Meskipun darah mengalir dari lukanya, sahabat tersebut tetap melanjutkan shalatnya tanpa membatalkannya. Ini menunjukkan bahwa darah yang keluar dari tempat lain selain dari dua jalan tersebut tidak dianggap najis dan tidak membatalkan wudhu. (Lihat Sunan Abi Dawud Kitabut Thaharah bab Wudlu' minad Dam hadits ke-198 dari Jabir radliyallahu 'anhu. Juga lihat Syarhus Sunnah Al-Baghawi Kitabul Haidl bab Man Shalatahu Addam riwayat ke-330 jilid 1 hal. 425-426).

5). Sesuatu yang keluar dari mulut seorang Muslim seperti muntah, ingus, atau ludah tidak dianggap najis. Imam Ibnu Hazmin menjelaskan bahwa tidak ada kewajiban wudhu ketika terkena hal-hal tersebut karena tidak ada nash dalam Al-Qur'an, hadits, atau ijma' yang mewajibkan wudhu karena hal tersebut. (Al-Muhalla, Ibnu Hazm, jilid 1 hal. 236 masalah ke-169).

CARA BERSUCI DARI NAJIS ATAU HADATS

Cara untuk bersuci dari najis atau hadats adalah dengan menggunakan air suci dari najis. Air suci dari najis adalah air yang tidak memiliki warna atau bau najis. Allah SWT menjelaskan kedudukan air sebagai alat bersuci dari najis dan hadats dalam Al-Qur'an: "Dan Kami turunkan air dari langit sebagai alat bersuci." (Al-Furqan: 48). Juga firman-Nya: "Dan Allah turunkan air dari langit kepada kalian agar Dia mensucikan kalian dengannya dari najis dan agar menghilangkan was-was syaitan." (Al-Anfal: 11).

Rasulullah SAW juga mengajarkan pentingnya air sebagai alat bersuci dari najis dan hadats. Sebagaimana sabdanya: "Sesungguhnya air itu sifatnya suci dan mensucikan kecuali bila berubah baunya, atau rasanya, atau warnanya dengan benda najis yang jatuh ke dalamnya." (HR. Al-Baihaqi dalam Sunanul Kubra jilid 1 hal. 260).

Oleh karena itu, air tetap menjadi alat bersuci yang efektif selama tidak terdapat bau atau warna dari benda najis pada air tersebut. Untuk membersihkan benda najis, cukup mengalirkan air ke bagian yang terkena najis hingga bekas-bekas najis seperti bau, warna, dan rasa hilang. Nabi SAW contohkan hal ini dalam kejadian seorang Arab yang kencing di masjid, di mana beliau memerintahkan untuk membersihkan tempat tersebut dengan air setelahnya.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengajarkan cara membersihkan najis dengan menyiramkan air ke atasnya karena masjid beliau pada masa itu memiliki lantai berpasir, sehingga air banyak digunakan untuk menghilangkan bau dan bekas najis. Jika air kencing mengenai lantai, sebaiknya lap kering digunakan untuk menyerapnya terlebih dahulu, kemudian lantai dibersihkan dengan air bersih agar tidak menyebar ke area lain. Kain yang terkena najis juga harus dicuci dengan air bersih hingga bekas najisnya hilang.

Dalam hadits, Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam memberikan petunjuk kepada seorang wanita yang hanya memiliki satu baju saat haid untuk mencucinya setelah masa haid berakhir. Jika bekas darah tidak hilang setelah dicuci, itu tidak masalah. Hal yang sama berlaku untuk jilatan anjing pada bejana, dimana harus dicuci tujuh kali dengan tanah sebelumnya jika anjing menjilat bejana.

Perihal bersuci dari hadats kecil dilakukan dengan wudhu, sementara bersuci dari hadats besar dilakukan dengan mandi junub. Ini adalah tuntunan Islam yang harus diikuti dengan penuh keyakinan.

Anjing yang menjilat tempat air harus dicuci dengan benar agar bekas najisnya hilang. Namun, jika anjing menjilat tanah, tidak perlu dicuci karena najisnya sudah tercampur dengan tanah. Menurut Al-Muhalla karya Ibnu Hazm, mencuci bejana yang dijilat anjing tidak bisa digantikan dengan sabun atau bahan pembersih lainnya, karena cara mencucinya adalah ibadah yang telah diajarkan oleh Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam.

Dengan demikian, tuntunan Islam dalam masalah at-thaharah menunjukkan kesesuaian agama dengan fitrah manusia. Penting untuk tidak mempertanyakan tuntunan Al-Qur'an dan Al-Hadits ini dengan akal yang terbatas, karena at-thaharah adalah bagian dari ibadah dan ketaatan kepada Allah Ta'ala. Semoga kita senantiasa dapat menjalankan ajaran Islam dengan baik.

Demikianlah ringkasan mengenai tuntunan Islam dalam bersuci. Jangan lupa untuk selalu merujuk pada sumber yang sahih dan mempraktikkan ajaran agama dengan penuh keyakinan.