Pernikahan: Malam Pertama

|| || || Leave a komentar

"Nikah", kata ini sudah sering kali kita dengar dan rasakan maknanya. Perasaan yang muncul dalam hati kita ketika mendengar kata nikah bisa bermacam-macam. Mungkin saat ini, kita menginginkannya dengan sangat, namun besok bisa jadi kita merasa takut saat kata nikah terdengar. Setiap orang bereaksi berbeda ketika disinggung tentang nikah. Ada yang dengan yakin menjawab "Sangat ingin!!!", ada yang ragu-ragu menjawab "Ingin sih, tapi....", ada yang dengan semangat berkata "Ayo segera nikah, masih muda kan!!!", ada juga yang sinis berkata "Kenapa buru-buru nikah, nikmati dulu masa muda!!". Meskipun berbagai respons dan pendapat tentang nikah, satu hal yang pasti..."Nikah adalah ikatan suci yang sakral".

Nikah, merupakan harapan besar yang terkadang disertai rasa takut. Hal tersebut adalah hal yang wajar, mengingat nikah adalah proses menggabungkan dua individu yang berbeda karakter. Setelah menikah, kita akan menjalani hari-hari bersama seseorang yang memiliki karakter berbeda, kebiasaan, pola pikir, dan berbagai perbedaan lainnya. Menikah membutuhkan kedewasaan. Menikah berarti kita siap menerima kekurangan pasangan kita. Tanggung jawab kita akan bertambah, dari hanya memikul beban satu individu, menjadi dua bahkan lebih setelah memiliki anak.

Menikah memang bukanlah ikatan yang sepele. Meskipun begitu, tidak berarti kita harus merasa terbebani dengan pernikahan. Ingatlah bahwa Allah akan menambahkan rezeki seseorang yang telah menikah. Ingatlah akan janji Allah yang akan memberikan ketentraman kepada mereka yang telah menikah. Ingatlah, bahwa dengan menikah kehormatan dan kemaluan kita akan lebih terjaga. "Dan salah satu tanda kekuasaanNya adalah Dia menciptakan pasangan hidup untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu merasa tenteram dengannya, dan Dia menanamkan rasa kasih sayang di antara kalian. Sungguh, dalam hal ini terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berpikir" (Ar-Ruum 21). "Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kalian, dan orang-orang yang pantas menikah dari hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan.

JIKA MEREKA MISKIN, ALLAH AKAN MENYUBURKAN MEREKA DENGAN KARUNIA-NYA. Dan Allah Maha Luas (pemberianNya) dan Maha Mengetahui" (An Nuur 32).

"Wahai para pemuda, bagi siapa pun di antara kalian yang telah mampu untuk menikah, hendaklah ia segera melangkah ke jenjang pernikahan. Sebab dengan menikah, kita dapat lebih mudah menjaga pandangan dan menjaga kemurnian diri. Bagi yang belum mampu, hendaklah ia menjaga diri dengan berpuasa, karena puasa dapat menjadi pelindung bagi dirinya." (HR. Bukhari-Muslim)

Dengan petunjuk dari Allah dan ajaran Rasulullah saw di atas, seharusnya kita tidak perlu ragu lagi untuk melengkapi separuh agama kita dengan pernikahan. Menikah bukanlah untuk melakukan dosa, melainkan untuk mengikuti jejak Rasulullah saw dan menjalankan perintah Allah swt. Kita menikah untuk meraih ridha-Nya dan menjaga diri dari godaan yang menggoda.

Bagaimanapun juga, pernikahan adalah impian bagi umat muslim. Sebab, pernikahan merupakan sunnah Rasulullah Muhammad saw. Selain itu, Nabi Muhammad saw juga pernah menyatakan bahwa pernikahan adalah setengah dari agama. Oleh karena itu, bagi mereka yang memiliki semangat ibadah yang tinggi, taqwa kepada Allah, dan menghormati Islam serta segala ajarannya, tentu saja pernikahan merupakan tujuan yang ingin dicapai.

Bahkan, saat ini semakin banyak pasangan muda yang memilih untuk menikah demi menghalalkan hubungan mereka. Pernikahan di usia muda bukanlah hal yang aneh, karena Rasulullah saw telah mendorong para pemuda yang sudah siap untuk menikah. Yang perlu ditekankan di sini adalah kata "siap". Kata "siap" dalam konteks pernikahan bukan berarti memiliki kekayaan atau segala kebutuhan tercukupi. "Siap" di sini berarti memiliki pengetahuan tentang pernikahan dan keluarga yang cukup, mampu membimbing keluarga dalam ketaatan kepada Allah, serta memiliki penghasilan untuk menafkahi keluarga (tidak harus kaya, namun cukup). "Wahai para pemuda, siapapun di antara kalian yang sudah siap untuk menikah, hendaklah ia melakukannya. Sebab melalui pernikahan, seseorang lebih mampu mengendalikan pandangan dan menjaga kehormatan. Dan bagi yang belum siap, hendaklah ia berpuasa, karena puasa dapat menjadi perlindungan baginya" (HR. Bukhari-Muslim)

"Nikah adalah sunnahku, siapa pun yang tidak setuju, bukanlah dari golonganku" (HR. Ibnu Majah, dari Aisyah r.a.)

"Ada empat sunnah para Rasul yang harus diikuti: berkasih sayang, menggunakan wewangian, bersiwak, dan menikah" (HR. Tirmidzi)

"Wahai para pemuda, bagi siapa pun yang sudah mampu untuk menikah, hendaklah menikah. Dengan menikah, pandangan dapat dikendalikan dan kemaluan dapat dijaga. Bagi yang belum mampu, hendaklah berpuasa, karena puasa bisa menjadi perisai" (HR. Bukhari-Muslim)
Malam Pertama setelah akad nikah, merupakan momen yang ditunggu-tunggu dengan campur aduk rasa harap dan cemas. Bagi mereka yang belum menikah, yang akan menikah, dan yang baru menikah, momen ini dapat menimbulkan perasaan malu dan antusiasme, ketakutan dan keinginan, kenyamanan dan kegelisahan, serta beragam perasaan lainnya.

Di sisi lain, ada yang merasa takut dengan Malam Pertama yang merupakan bagian dari pernikahan sebagai momok yang menakutkan. Beberapa orang khawatir tidak dapat memuaskan pasangannya, terganggu oleh bayangan kekerasan seksual, dan lain sebagainya. Namun, bagi mereka yang memahami cara menikah dan menghadapi Malam Pertama dalam perspektif Islam, mereka tidak perlu merasa cemas.

Malam Pertama adalah ritual awal yang dilakukan oleh pasangan pengantin baru setelah akad nikah atau resepsi pernikahan. Tidak ada pasangan yang menikah dengan landasan iman yang akan menolak ritual ini. Dilihat dari sudut pandang cinta, Malam Pertama adalah sebuah ritual yang dinantikan oleh pasangan yang baru menikah. Begitu pula dalam Islam, ritual ini dianggap sebagai ibadah yang suci. Islam tidak pernah menganggap Malam Pertama sebagai sesuatu yang buruk, melainkan sebagai kewajiban yang harus dipenuhi oleh dua orang yang saling mencintai dan telah sah terikat dalam pernikahan menurut hukum Islam.

Sucinya ritual Malam Pertama dalam pandangan Islam telah terbukti dengan adanya adab-adab Malam pertama yang dicontohkan oleh Suri Tauladan terbaik kita, Rasulullah saw. Dan adanya adab bersenggama yang tercantum dalam kitab suci Al Quran, adalah melengkapi bukti bahwa Islam tidak memandang Malam Pertama sebagai aktivitas yang buruk. Sebagai umat Muslim, kita harus mengetahui dan menjalankan adab-adab Malam Pertama sesuai dengan petunjuk Allah dan Rasul-Nya. Semoga hal tersebut akan memberikan berkah bagi pernikahan kita. Amin.

Berikut adalah adab-adab Malam Pertama dan Bersenggama sesuai dengan Sunnah Rasulullah dan Al Quran: Pertama, pengantin pria sebaiknya meletakkan tangannya di atas ubun-ubun istrinya sambil mendoakan yang terbaik untuknya.

Nikah adalah sebuah kebaikan, dan segala kebaikan harus dimulai dengan bismillah. Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda: "Apabila salah seorang dari kamu menikahi wanita atau membeli seorang budak, hendaklah ia memegang ubun-ubunnya lalu membaca 'basmalah' sambil berdoa dengan doa berkah, seraya mengucapkan: 'Ya Allah, aku memohon kebaikan dan kebaikan tabiatnya yang ia bawa. Dan aku berlindung dari kejelekannya dan kejelekan tabiat yang ia bawa.'"

Kemudian, hendaknya ia melaksanakan shalat sunnah dua raka'at bersama isterinya. Sebagaimana dalam hadist dari Abu Sa'id maula (budak yang telah dimerdekakan) Abu Usaid yang menceritakan tentang pernikahannya ketika masih seorang budak. Dia mengundang beberapa orang Sahabat Nabi, di antaranya 'Abdullah bin Mas'ud, Abu Dzarr, dan Hudzaifah radhiyallaahu 'anhum. Saat tiba waktu shalat, Abu Dzarr bersiap-siap untuk menjadi imam, namun Sahabat Nabi menyarankan agar Abu Sa'id yang memimpin shalat. Abu Dzarr pun menanyakan kebenaran hal tersebut dan setelah dikonfirmasi, Abu Sa'id pun memimpin shalat. Mereka juga mengajarkan kepadanya untuk shalat dua raka'at jika isterinya datang menemuinya. Selanjutnya, ia disarankan untuk memohon kepada Allah untuk kebaikan isterinya dan meminta perlindungan dari keburukannya. Setelah itu, terserah pada keduanya.

Sebuah hadist dari Abu Waail mengisahkan, "Seseorang mendatangi Abdullah bin Mas'ud radhiyallaahu 'anhu, lalu mengaku, 'Aku telah menikahi seorang gadis, dan aku khawatir bahwa dia membenciku.' Abdullah bin Mas'ud pun menjawab, 'Cinta sejati berasal dari Allah, sedangkan kebencian datang dari syaitan, untuk membenci segala yang telah dihalalkan oleh Allah. Jika isterimu mendekatimu, mintalah kepada mereka untuk shalat dua raka'at di belakangmu. Kemudian ucapkanlah doa yang berikut ini:

'Ya Allah, berikanlah keberkahan kepada kami, serta berkatilah pernikahan kami karena-Mu. Ya Allah, limpahkanlah rizki kepada kami berdua, karena kami adalah satu kesatuan. Ya Allah, satukanlah kami dalam kebaikan dan pisahkanlah kami dalam kebaikan.'

Dengan begitu, semoga keberkahan selalu menyertai pernikahan kalian dan semoga Allah senantiasa meridhai hubungan kalian berdua."

Ketika mereka baru menikah, ada kebiasaan yang menggemaskan di kalangan pasangan suami istri. Mereka sering saling bercumbu dengan lembut dan penuh kasih sayang, seperti memberikan segelas air minum sebagai tanda perhatian satu sama lain. Di antara tindakan ini, ada sebuah ajaran dalam Islam yang menegaskan pentingnya kasih sayang dalam hubungan pernikahan. Sebagai contoh, dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Asma binti Yazid, ia menceritakan bahwa ketika ia merias Aisyah untuk Rasulullah, beliau memberikan segelas susu kepada Aisyah. Meskipun Aisyah malu, namun dengan kelembutan Rasulullah, beliau memperlihatkan rasa sayangnya dengan memberikan minuman tersebut kepada Aisyah. Kesederhanaan dalam tindakan tersebut menggambarkan betapa pentingnya kasih sayang dan kelembutan dalam menjaga keharmonisan dalam rumah tangga. Saling memberi perhatian dan kasih sayang adalah salah satu kunci kesuksesan dalam menjalani bahtera rumah tangga.

 Keempat: Sebelum berhubungan intim, seorang suami disarankan untuk membaca doa berikut: "Dengan menyebut nama Allah, Ya Allah, lindungilah kami dari godaan syaitan dan jauhkanlah syaitan dari keturunan yang Engkau karuniakan kepada kami." Nabi Muhammad shallallaahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda: "Jika Allah telah menetapkan kelahiran seorang anak dari hubungan suami istri, maka syaitan tidak akan bisa merugikannya selamanya." Oleh karena itu, sebaiknya kita selalu membiasakan diri untuk berdoa sebelum melakukan hubungan suami istri. Dengan begitu, diharapkan pernikahan kita akan melahirkan anak-anak yang saleh dan salehah. Amin.

Suami diperbolehkan untuk berhubungan badan dengan istrinya dengan cara yang disukainya selama itu dilakukan secara halal. Allah berfirman, "Isteri-isterimu adalah ladang bagimu, maka dekati ladangmu itu kapan saja dengan cara yang kamu senangi.

Namun, selalu utamakan yang baik untuk dirimu. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu akan bertemu dengan-Nya. Sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang beriman." (QS. Al-Baqarah : 223) Ibnu Abbas menceritakan, "Pernah suatu ketika Umar bin Khaththab datang kepada Rasulullah dan berkata, 'Wahai Rasulullah, saya telah melakukan kesalahan.' Rasulullah bertanya, 'Apa yang membuatmu merasa bersalah?' Umar menjawab, 'Saya telah membalikkan pelana saya semalam.' Rasulullah tidak memberikan komentar apa pun, hingga turunlah ayat, 'Isteri-isterimu adalah ladang bagimu, maka dekati ladangmu itu kapan saja dengan cara yang kamu sukai...'" (QS. Al-Baqarah : 223)

Kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: "Berhubunganlah dengan isterimu dari depan atau dari belakang, namun hindarilah untuk melakukannya di dubur dan saat haid." Juga berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam: "Bolehlah mencintainya dari depan atau dari belakang asal pada tempat yang semestinya."

Setelah memenuhi kebutuhan biologisnya, suami sebaiknya tidak terburu-buru untuk bangkit. Ketika suami telah selesai, dia sebaiknya menunggu isterinya selesai juga. Dengan cara ini, hubungan antara suami dan istri akan tetap harmonis dan penuh kasih sayang. Jika suami ingin melanjutkan hubungan intim, sebaiknya dia berwudhu terlebih dahulu.

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah mengatakan: "Jika seseorang di antara kalian berhubungan intim dengan istrinya, kemudian ingin melakukannya lagi, maka hendaklah ia berwudhu terlebih dahulu, dan yang lebih baik adalah mandi terlebih dahulu." Hal ini didasarkan pada hadist dari Abu Rafi’ radhi-yallaahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah berturut-turut berhubungan intim dengan isteri-isterinya dalam satu malam, dan beliau mandi di rumah masing-masing isteri. Abu Rafi’ bertanya, "Wahai Rasulullah, mengapa tidak sekali mandi saja?" Beliau menjawab, "Ini lebih bersih, lebih baik, dan lebih suci."

Seorang suami diperbolehkan untuk berhubungan intim dengan istrinya kapan saja yang diinginkan; pagi, siang, atau malam. Bahkan jika suami melihat wanita yang menarik perhatiannya, ia seharusnya mendatangi istrinya. Ini berdasarkan riwayat bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah melihat wanita yang menarik perhatiannya, dan kemudian mendatangi istrinya - yaitu Zainab radhiyallaahu ‘anha - yang sedang membuat adonan roti, dan kemudian berhubungan intim dengan istrinya.

"Sesungguhnya wanita itu menghadap dalam rupa syaitan dan membelakangi dalam rupa syaitan. Oleh karena itu, apabila seseorang di antara kalian tergoda oleh kecantikan seorang wanita, hendaklah dia segera mendatangi isterinya atau budak perempuan yang dimilikinya untuk meredakan syahwatnya dan menenangkan jiwanya. Namun, ingatlah bahwa menahan pandangan itu merupakan kewajiban, karena hadist tersebut berlaku untuk pandangan yang tiba-tiba. Allah Ta'ala berfirman: "Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sungguh, Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat." Dari Abu Buraidah, dari ayahnya, ia berkata, "Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda kepada Ali."

"Wahai 'Ali, janganlah engkau tergoda oleh pandangan yang berbeda, karena yang pertama adalah untukmu dan yang kedua bukanlah milikmu." Kedelapan: Dilarang keras untuk melakukan hubungan suami istri melalui dubur dan dilarang melakukan hubungan suami istri ketika istri sedang haid atau nifas. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta'ala:

"Dan mereka menanyakan kepadamu tentang haidh. Katakanlah, 'Itu adalah sesuatu yang kotor.' Karena itu hindarilah istri ketika sedang haid, dan janganlah mendekatinya sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, lakukanlah hubungan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan membersihkan diri." [Al-Baqarah: 222] Juga sabda Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam: "Barangsiapa yang berhubungan intim dengan istrinya yang sedang haid, atau berhubungan intim melalui dubur, atau pergi kepada dukun, maka dia telah mengingkari ajaran yang telah diturunkan kepada Muhammad shallallaahu 'alaihi wa sallam." Juga sabda beliau shallallaahu 'alaihi wa sallam: "Terkutuklah orang yang berhubungan intim dengan istrinya melalui dubur." Kesembilan: Dilarang Bersenggama ketika Isteri sedang Haid atau Nifas.

Syaikh al-Albani rahimahullaah pernah menyampaikan, "Jika seseorang kalah oleh hawa nafsunya dan melakukan hubungan intim dengan isterinya yang sedang haid sebelum bersuci dari haidnya, maka ia harus bersedekah dengan setengah pound emas Inggris, lebih kurang atau seperempatnya. Hal ini berdasarkan hadist Ibnu 'Abbas radhiyallaahu 'anhu dari Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam mengenai orang yang berhubungan intim dengan isterinya yang sedang haid. Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Hendaklah ia bersedekah dengan satu dinar atau setengah dinar."

Jika seorang suami ingin bercumbu dengan isterinya yang sedang haid, ia diperbolehkan untuk bercumbu di bagian lain selain pada kemaluannya. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam, "Lakukanlah apa saja kecuali nikah (hubungan intim)."

Pernikahan merupakan hal yang diharapkan oleh setiap individu, dengan harapan bisa berlanjut ke malam pertama yang indah. Tujuan pernikahan adalah untuk membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah, dan warahmah serta melahirkan anak-anak yang sholeh dan sholehah. Ada beberapa orang yang mencari solusi agar mendapatkan informasi mengenai tata cara bersenggama yang baik dan malam pertama yang menyenangkan, namun cara yang salah seperti menonton film porno bisa membawa dampak buruk pada kehidupan pernikahan. Sebagai umat muslim, kita seharusnya tidak melupakan tuntunan agama dalam masalah pernikahan, malam pertama, dan bersenggama. Karena Islam telah memberikan pedoman yang lengkap untuk membawa keberkahan dalam pernikahan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Malam Pertama dan Pernikahan, dua upacara yang erat kaitannya dan selalu dinanti dengan harap dan kecemasan. Pernikahan dan Malam Pertama adalah ritual suci yang harus dijalani dengan penuh kepatuhan terhadap ajaran agama Islam. Islam sebagai agama yang sempurna, telah mengatur segala hal termasuk pernikahan dan Malam Pertama. Ingatlah bahwa nafsu adalah ujian terberat di dunia ini. Sebagai manusia yang memiliki nafsu, kita harus mengendalikannya dengan cara yang benar, seperti dengan menikah atau berpuasa.

Jika kita merasa sudah siap, mengapa menunda-nunda pernikahan? Dan jika merasa belum siap, kapan kita akan merasa siap? Persiapan untuk menikah harus dimulai dari sekarang, dengan memperdalam pengetahuan agama dan persiapan finansial. Jangan biarkan ketakutan atau ketidaksiapan kita menjadi alasan untuk menunda pernikahan. Jangan biarkan nafsu menguasai diri kita. Siapkan diri untuk memasuki Bahtera Pernikahan dengan penuh keyakinan dan doa.

Sambutlah Malam Pertama dengan penuh kebahagiaan dalam ikatan pernikahan. Hadapi Malam Pertama dengan semangat dan kekuatan iman. Semoga tulisan ini memberikan manfaat dan keberkahan bagi semua pasangan yang akan menikah. Amin.

/[ 0 komentar Untuk Artikel Pernikahan: Malam Pertama]\

Posting Komentar