Keengganan untuk berubah dapat terjadi pada siapa pun. Contohnya, ketika karyawan harus dipindahkan ke departemen yang dianggap tidak nyaman karena manajemen organisasi yang semakin buruk. Mereka biasanya bekerja di bagian administrasi selama bertahun-tahun, sehingga terjebak dalam zona nyaman. Kebiasaan baik dan buruk mereka terbentuk di bagian administrasi tersebut. Namun, ketika kondisi bisnis memburuk, organisasi memutuskan untuk melakukan rotasi pekerjaan. Rotasi ini bertujuan untuk memberikan motivasi baru kepada karyawan, seperti bekerja di bidang pemasaran. Tujuannya adalah agar karyawan lebih termotivasi dan produktivitas organisasi meningkat.
Namun, masalah muncul ketika karyawan tidak siap untuk beradaptasi dengan perubahan dari administrasi ke pemasaran. Mereka merasa bahwa organisasi tidak memberikan pelatihan yang cukup dan menempatkan mereka di posisi yang tidak sesuai dengan keahlian mereka. Meskipun alasan mereka mungkin benar, tulisan ini lebih menekankan pada kesulitan untuk berubah yang dialami oleh karyawan. Pesannya adalah untuk selalu siap dan merencanakan perubahan diri sendiri, daripada terpaksa berubah secara tiba-tiba karena tekanan lingkungan.
Dalam menjalani kehidupan, terutama dalam dunia kerja, perubahan adalah hal yang tidak bisa dihindari. Hal ini disebabkan oleh lingkungan sekitar yang selalu berubah dengan cepat. Jika seseorang tidak mampu beradaptasi atau lambat dalam proses berubah, maka ia akan dianggap sebagai orang yang tertinggal zaman atau "tulalit". Tidak ada yang ingin menjadi "tulalit", sehingga banyak orang mengaku siap untuk berubah. Namun, pada kenyataannya, kebanyakan dari mereka hanya bersedia berubah untuk hal-hal yang sederhana, kecil, murah, dan bersifat sementara. Ketika berbicara tentang hal-hal yang bersifat prinsip, seperti cara kerja, orang cenderung enggan untuk berubah.
Ketidakmampuan orang dalam berubah menunjukkan bahwa manusia jauh berbeda dengan bunglon. Bunglon selalu siap untuk berubah sesuai dengan lingkungan tempat tinggalnya. Orang yang dianggap seperti bunglon sering dianggap sebagai orang yang tidak memiliki pendirian atau sering berubah-ubah. Di sisi lain, orang yang menolak untuk berubah dianggap konservatif. Kewaspadaan terhadap perubahan akan membantu seseorang untuk tetap tenang saat terjadi perubahan mendadak dari luar (seperti likuidasi perusahaan tempat ia bekerja). Orang yang memiliki wawasan luas biasanya akan merencanakan perubahan untuk dirinya sendiri jauh sebelum orang lain melakukannya. Mereka bisa membayangkan kemungkinan masalah di masa depan dan mulai menyiapkan solusinya sekarang juga.
Bagaimana cara menjelaskan ketidakinginan seseorang untuk berubah? Proses pembelajaran ulang ternyata membutuhkan waktu yang lebih lama daripada saat pertama kali mempelajarinya (Coch & French Jr., 1960). Hal ini menunjukkan bahwa seseorang enggan berubah dan proses belajar ulang yang lambat lebih disebabkan oleh kurangnya motivasi daripada ketrampilan. Motivasi merupakan faktor utama, sementara ketrampilan hanya faktor tambahan dalam proses belajar kembali yang efektif.
Sebagai contoh, ketika seseorang pertama kali menggunakan komputer, waktu yang dibutuhkan untuk belajar lebih sedikit daripada saat ia mencoba menggunakan program komputer baru. Saat menggunakan program baru, seseorang seringkali membandingkan fitur-fitur di antara program baru dan yang lama. Jika ia merasa terdesak oleh waktu untuk menyelesaikan tugas dengan program komputer, ia cenderung memilih untuk tetap menggunakan program lama. Alasannya adalah ia merasa belum terlalu mahir dengan program baru sementara ada tugas yang mendesak untuk diselesaikan. Karena belum merasa terdesak, ia lebih memilih untuk tetap dalam zona nyaman tanpa mengambil risiko.
Namun, jika tugas tersebut hanya bisa diselesaikan dengan program baru dan tidak ada alternatif lain, seseorang akan merasa terpojok dan tidak bisa menghindar lagi. Pada titik ini, ia akan terdorong untuk belajar program baru dengan cepat. Fenomena ini menggambarkan bahwa seseorang cenderung berubah ketika sudah tidak memiliki pilihan lain.
Apa saja hambatan individu untuk berubah? Zaltman dan Duncan (dalam Moorhead & Griffin, 1995) menjelaskan bahwa ada enam faktor internal seseorang yang telah menjadi penghambat baginya untuk berubah. Berikut adalah penjelasan tentang enam faktor tersebut dan diikuti dengan ilustrasi kasus perubahan posisi kerja dari bagian administrasi ke bagian marketing.
1. Kebiasaan. Melakukan tugas dengan cara yang sudah terbiasa membuat pekerjaan terasa lebih mudah. Berubah ke cara baru justru akan membuat tugas terasa lebih sulit. Karyawan administrasi yang sudah terbiasa dengan ritme kerja lambat akan kesulitan beradaptasi dengan ritme kerja cepat yang diperlukan dalam bagian marketing. Perubahan kebiasaan ini akan menimbulkan ketidaknyamanan dan membuat karyawan menolak untuk berubah.
2. Keamanan. Karyawan cenderung merasa nyaman dan aman dengan melakukan pekerjaan sesuai cara lama, meskipun lingkungan sekitarnya telah berubah. Karyawan marketing lebih rentan terhadap perubahan karena target yang harus dipenuhi lebih tinggi daripada karyawan administrasi. Hal ini membuat karyawan administrasi merasa lebih aman dalam pekerjaannya sehingga menolak perubahan.
3. Faktor ekonomi. Perubahan posisi kerja dapat mengancam sumber penghasilan seseorang, terutama jika spesialisasi yang dimiliki sudah tidak relevan lagi. Misalnya, seorang spesialis servis mesin ketik yang dipindahkan ke bagian marketing yang menggunakan komputer canggih. Hal ini membuat individu merasa kebingungan dan takut kehilangan pekerjaan.
4. Ketakutan pada yang tidak dikenal. Perubahan mengharuskan individu untuk berinteraksi dengan lingkungan baru, yang bisa menimbulkan ketakutan akan penolakan atau kritik. Hal ini membuat individu enggan untuk berubah karena takut menghadapi hal-hal yang belum pernah dia alami sebelumnya.
5. Kelengahan. Keterbatasan dalam mencari informasi atau kurangnya perhatian terhadap perubahan dapat membuat individu merasa tidak perlu berubah. Mereka cenderung menyalahkan organisasi atau pihak lain daripada melihat kekurangan dalam diri sendiri.
Fenomena self-serving bias mendorong individu untuk terus menyalahkan orang lain dan merasa tidak perlu berubah. Padahal, perubahan yang seharusnya dilakukan harus melibatkan upaya dari individu dan organisasi. Menyadari hambatan-hambatan tersebut dapat membantu individu untuk lebih terbuka terhadap perubahan dan memperbaiki diri.
Faktor sosial seringkali menjadi hambatan bagi seseorang untuk melakukan perubahan. Takut akan pendapat orang lain membuat mereka enggan untuk melangkah ke arah yang berbeda. Hal ini terutama terjadi pada karyawan administrasi yang dipindahkan ke posisi marketing tanpa persetujuan mereka. Mereka merasa terjebak dalam situasi yang tidak nyaman dan di luar zona aman mereka.
Dalam kondisi seperti itu, adanya persamaan nasib membuat mereka cenderung bersatu dan menolak berubah. Mereka merasa bahwa organisasi telah bertindak sewenang-wenang dan hal ini menimbulkan rasa tidak adil. Sehingga, mereka lebih memilih untuk menentang kebijakan yang diberlakukan. Jika ada individu yang berusaha untuk beradaptasi dengan situasi baru, seperti belajar program baru atau menjadi karyawan marketing, ia akan dihadapi dengan cemoohan, ejekan, bahkan kemungkinan dijauhi oleh rekan kerjanya.
Namun, dalam menghadapi situasi yang tidak nyaman tersebut, karyawan administrasi memiliki dua pilihan. Mereka dapat melihatnya sebagai peluang untuk berkembang atau sebagai bencana yang mengancam. Jika mereka memilih untuk melihatnya sebagai peluang, mereka akan belajar untuk beradaptasi dengan perubahan dan menghadapi tantangan dengan sikap yang positif. Tetapi jika mereka melihatnya sebagai bencana, mereka akan terus menyalahkan manajemen dan berperilaku merusak terhadap organisasi. Semoga mereka tidak memilih jalur yang terakhir.



Posting Komentar