MUTASI PEKERJA: APAKAH PERLU DILAKUKAN?

|| || || Leave a comments

Keharmonisan kerja adalah kunci utama dalam mencapai keselarasan dalam bekerja maupun dalam kehidupan sosial. Jika prinsip ini dilanggar, maka kepuasan kerja para karyawan akan menurun. Konsep ini sejalan dengan teori kepuasan kerja atau motivation-hygiene theory, di mana pentingnya hubungan antara individu dan pekerjaan ditekankan. Sikap karyawan terhadap organisasi sangat dipengaruhi oleh sejauh mana mereka berhasil dalam melaksanakan tugas-tugas mereka. Salah satu hal yang sangat berperan dalam kepuasan kerja karyawan adalah hubungan yang harmonis dengan atasan, rekan kerja, dan bawahan.

Salah satu permasalahan umum yang timbul dalam sebuah organisasi adalah kebosanan dalam bekerja. Untuk mengatasi hal ini, seringkali dilakukan rotasi atau mutasi kerja. Rotasi kerja dapat membawa perubahan dalam gaya bekerja. Namun, jika mutasi diterapkan secara paksa, maka karyawan cenderung merasa tidak senang dan tidak puas terhadap organisasi. Ketidakpuasan yang berkelanjutan ini akan membuat lingkungan kerja menjadi tidak nyaman bagi karyawan.

Persoalan mutasi kerja yang menjadi momok bagi karyawan ini adalah ketika pimpinan dua organisasi tersebut diduga melanggar hak-hak karyawan. Sebagai contoh, mutasi tugas kantor yang dilakukan tanpa persetujuan karyawan merupakan salah satu bentuk pelecehan yang dirasakan. Selain itu, terdapat kasus-kasus serius lainnya seperti keterlambatan pembayaran gaji yang membuat karyawan semakin merasa tidak dihargai. Jika masalah ini tidak segera diatasi, kemungkinan besar akan terjadi eksodus massal karyawan ke organisasi lain. Hal ini dapat mengakibatkan organisasi yang ditinggalkan mengalami kebangkrutan.

Mutasi kerja sebenarnya adalah hal yang biasa terjadi dalam suatu organisasi. Hal ini dilakukan untuk mengurangi kejenuhan karyawan terhadap pekerjaan lama dan memberikan motivasi baru untuk menghadapi tugas-tugas yang berbeda. Mutasi juga merupakan strategi bagi organisasi untuk mempersiapkan karyawan menghadapi perubahan yang terjadi. Perubahan merupakan hal yang penting, karena organisasi yang tidak mau berubah cenderung tidak akan bertahan lama. Namun, terlalu sering mengalami perubahan juga bisa menjadi tanda bahwa organisasi tersebut tidak stabil. Oleh karena itu, penting bagi pimpinan organisasi untuk menemukan keseimbangan dalam melakukan mutasi kerja agar organisasi tetap dapat berkembang dengan baik.

Apakah karyawan dapat menolak mutasi kerja? Perubahan, termasuk mutasi kerja, merupakan situasi yang tidak mudah. Sebagai individu yang bekerja di dalam sebuah organisasi, karyawan memiliki hak untuk menolak mutasi kerja. Penempatan seseorang di suatu posisi dalam organisasi tempatnya bekerja didasarkan pada berbagai faktor seperti keahlian, keterampilan, bakat, minat, harkat, martabat, hak asasi, dan perlindungan hukum. Jika faktor-faktor tersebut tidak terpenuhi, karyawan berhak menolak posisi yang ditawarkan atau mutasi yang diberikan. Hal ini diatur dalam Pasal 32 UU No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Namun, jika karyawan telah menandatangani Perjanjian Kerja yang menyatakan ketersediaannya untuk ditempatkan di mana saja, maka ia tidak bisa menolak mutasi kerja. Menolak mutasi berarti menolak perintah atasan dan melanggar kesepakatan bersama.

Salah satu tantangan utama dalam hal mutasi kerja adalah ketika karyawan enggan mengubah lingkungan kerjanya. Sebagai contoh, seorang karyawan yang terbiasa bekerja sebagai administrasi dengan rutinitas yang monoton pasti akan merasa tertekan jika dipindahkan ke bagian pemasaran. Kecemasan karyawan tersebut dapat dimaklumi karena saat pertama kali bergabung, pekerjaan administrasi yang dijalankan berbeda dengan tugas di bagian pemasaran. Target pencapaian dalam administrasi berbeda dengan target penjualan dalam pemasaran. Target administrasi lebih fokus pada kemampuan dan penyelesaian tugas, sementara target pemasaran berkaitan dengan peningkatan penjualan.

Posisi mana yang lebih menguras tenaga, bagian administrasi atau bagian pemasaran? Jika dilihat dari beban kerja yang sama beratnya, beban kerja pada bagian administrasi sama dengan bagian pemasaran. Perbedaan utama antara kedua posisi tersebut terletak pada kebiasaan dalam bepergian. Orang yang senang dan terbiasa bepergian cenderung lebih memilih untuk bekerja di bagian pemasaran. Terutama jika karakteristiknya mendukung untuk melakukan kegiatan pemasaran seperti mudah bergaul, masih muda, belum memiliki tanggungan keluarga, mahir dalam teknologi informasi, dan mampu bekerja secara mandiri maupun dalam tim. Sebaliknya, pada bagian administrasi, seseorang biasanya tidak sering bepergian dan cenderung menetap di satu tempat. Karyawan administrasi akan menciptakan sistem kerja yang membuat penyelesaian tugas lebih lancar karena mereka tidak sering berpindah tempat. Mereka akan mengatur meja kerjanya sesuai dengan kesenangannya untuk menciptakan zona kerja yang nyaman. Jika dipindahkan ke tempat lain, mereka akan merasa kebingungan karena harus keluar dari zona nyaman tersebut.

Untuk mengatasi penolakan karyawan terhadap mutasi, pemimpin organisasi perlu berdiskusi dengan karyawan. Pemimpin harus dapat meyakinkan karyawan bahwa mutasi merupakan hal yang diperlukan bagi kemajuan organisasi dalam menghadapi persaingan antar perusahaan. Agar mutasi tidak dianggap sebagai hal yang negatif dan karyawan merasa diabaikan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh pihak pimpinan organisasi. Pertama, mutasi kerja harus diterapkan secara merata bagi seluruh karyawan tanpa adanya pengecualian. Kedua, berikan dukungan kepada karyawan yang baru saja dimutasi dalam meningkatkan ketrampilan kerja mereka. Ketiga, tegaskan bahwa mutasi tidak berdampak pada penghasilan karyawan. Keempat, lakukan mutasi secara terjadwal dan teratur agar terhindar dari kesan bahwa mutasi dilakukan secara mendadak. Kelima, pastikan mutasi dilakukan untuk posisi yang setara. 

 



/[ 0 comments Untuk Artikel MUTASI PEKERJA: APAKAH PERLU DILAKUKAN?]\

Posting Komentar