Selembar surat dari Gaza

|| || || Leave a komentar

Bagi saudara-saudaraku di Indonesia,
Saya merasa terdorong untuk menulis dan mengirim surat ini kepada kalian di Indonesia, meskipun saya tidak benar-benar tahu mengapa harus melakukannya. Namun, jika kalian penasaran dan bertanya mengapa, mungkin jawabannya adalah karena Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk Muslim terbanyak di dunia. Ketika saya berada di tanah suci beberapa tahun yang lalu, saya berkenalan dengan seorang aktivis dakwah dari Jama'ah haji asal Indonesia. Dia mengatakan bahwa setiap tahun ada sekitar 205 ribu jama'ah haji dari Indonesia yang datang ke Baitullah. Angka ini sungguh fantastis dan membuat saya terkesan. Saya sempat menyampaikan kekaguman saya padanya, bahwa jumlah jama'ah haji asal Gaza sepanjang tahun tidak bisa menyamai jumlah jama'ah haji dari Indonesia dalam satu musim haji saja, meskipun jarak tempuh ke tanah suci dari Indonesia lebih dekat. Saya terkesan dengan kemampuan finansial yang dimiliki oleh jama'ah haji Indonesia, terutama karena ada 5% dari mereka yang menunaikan ibadah haji untuk kedua kalinya. Subhanallah.

Wahai saudaraku di Indonesia,
Saya pernah memikirkan dalam hati, mengapa saya dan kami di Gaza tidak dilahirkan di negara kalian. Pasti sangat indah dan mengagumkan ya. Negeri kalian aman, kaya, dan subur, setidaknya itu yang saya tahu tentang negara kalian. Pasti para ibu di sana dengan mudah menyusui bayi mereka, susu formula bayi pasti mudah didapat di toko-toko, dan wanita hamil bisa melahirkan dengan nyaman di rumah sakit pilihan mereka. Ini membuat saya iri kepada kalian. Tidak seperti di negara kami di sini, saudaraku. Anak-anak bayi kami lahir di tenda pengungsian. Bahkan, tentara Israel sering menghentikan mobil ambulans yang membawa istri kami untuk melahirkan di rumah sakit yang lebih lengkap di daerah Rafah, sehingga istri kami terpaksa melahirkan di atas mobil. Susu formula bayi sangat langka di Gaza sejak kami dikepung 2 tahun lalu. Namun, istri kami tetap menyusui bayi-bayi mereka dan memberi mereka susu hingga dua tahun lamanya. Terkadang, untuk memperlancar ASI, istri kami rela minum air rendaman gandum.

Namun, saya terkejut dan merinding saat mengetahui bahwa negara kalian memiliki kasus pembuangan bayi yang tidak jelas asal usulnya, ditemukan mati di parit, selokan, atau tempat sampah. Mengapa hal itu terjadi? Apakah karena di negara kalian tidak ada konflik bersenjata seperti di sini, sehingga hal-hal memalukan seperti itu bisa terjadi? Seakan-akan tidak menghargai nyawa. Kami di sini menyaksikan bayi-bayi kami mati setiap hari sejak penyerangan Israel. Mereka mati syahid karena serangan roket tentara Israel. Mereka ditemukan tak bernyawa lagi dipangkuan ibunya, di bawah puing-puing rumah kami yang hancur akibat serangan roket Zionis Israel. Bagi kami, nyawa seorang bayi adalah aset perjuangan melawan penjajah Yahudi.

Sejak serangan Israel, saudara kami yang syahid mencapai 1400 orang, 600 di antaranya adalah anak-anak kami. Namun, sejak itu pula, kami menyambut lahirnya 3000 bayi baru di Jalur Gaza. Subhanallah, kebanyakan dari mereka adalah anak laki-laki dan banyak yang kembar. Allahu Akbar!

Wahai saudaraku di Indonesia,
Negeri kalian yang subur dan makmur membuat tanaman tumbuh dengan baik, namun sayangnya masih ada bayi yang mengalami kekurangan gizi dan menderita busung lapar. Apakah hal ini disebabkan oleh kesulitan mencari rezeki di sana? Atau mungkin negeri kalian sedang mengalami blokade?

Perlu kalian ketahui, saudaraku, di Gaza tidak ada satu pun bayi yang mengalami kekurangan gizi atau kelaparan, meskipun kami telah lama diblokade. Kami percaya bahwa Allah SWT akan mencukupkan rezeki bagi kami. Sebagai seorang pegawai tata usaha di kantor pemerintahan Hamas, saya sendiri sudah 7 bulan tidak menerima gaji bulanan. Namun, kami tetap bertahan dan percaya bahwa rezeki akan datang pada waktunya.

Tak hanya itu, baru-baru ini sekitar 300 pasangan pemuda di Gaza melangsungkan pernikahan di tengah serangan agresi dari Israel. Mereka mengucapkan akad nikah di tengah bunyi letupan bom dan suara peluru. Perdana Menteri kami, Ustaz Isma'il Haniya, bahkan memberikan santunan kepada keluarga baru tersebut.

Semoga kekuatan dan ketabahan selalu menyertai saudaraku di Indonesia. Semoga keadaan di negeri kami dan di negeri kalian bisa segera membaik.

Wahai saudaraku di Indonesia,
Kadang-kadang saya merasa iri melihat bagaimana pengajian dan halaqoh pembinaan di negara anda. Program pengajian yang pasti bagus, banyak kitab yang telah dibaca, dan buku-buku yang telah diserap dengan semangat tinggi. Anda memiliki waktu yang cukup untuk menegakkan rukun-rukun halaqoh, seperti ta'aruf, tafahum, dan takaful. Sementara kami di sini hanya memiliki satu jam untuk halaqoh sebelum terjun ke lapangan jihad sesuai tugas yang diberikan.

Kami menantikan hari-hari halaqoh dengan penuh harap, walaupun hanya satu jam. Tentu saja, anda lebih bersyukur dengan waktu yang lebih banyak untuk pembelajaran. Hafalan anda pasti lebih banyak dari kami. Semua pegawai dan pejuang di sini wajib menghapal Surat Al-Anfal sebagai "nyanyian perang" kami, sambil berjuang di tengah-tengah puing-puing reruntuhan.

Anak-anak kami belajar di tengah kehancuran, tanpa SDIT seperti di tempat anda. Mereka belajar di bawah langit terbuka, di antara reruntuhan gedung yang hancur, dengan suara senapan tentara Israel yang menggema di sekitarnya. Ayat-ayat Jihad mereka hafalkan dengan cepat, karena keadaan yang mereka hadapi langsung memberikan pemahaman yang dalam.

Saya hadiri acara wisuda hafalan Al-Qur'an anak saya yang pertama, dan saya yakin anak-anak anda jauh lebih cepat dalam menghafal Al-Qur'an dari anak-anak kami di sini. Mereka menghadapi tantangan yang berat, namun semangat dan keinginan untuk belajar tidak pernah padam. Selamatkan anak-anak kami di sini, agar mereka juga bisa merasakan pendidikan yang layak seperti anak-anak di tempat anda.

Kami ingin mengucapkan terima kasih atas solidaritas yang telah kalian tunjukkan kepada kami di Palestina. Kami melihat demo-demo dan aksi kalian, dan sungguh membanggakan bagi kami. Terima kasih atas doa-doa dan dukungan finansial dari kalian. Kami merasa terhibur dan terbantu oleh kebaikan hati kalian.

Kami memetik inspirasi dari perjuangan kalian di Indonesia, terutama dari partai da'wah seperti aktivis PKS. Kalian telah mengajarkan kami bagaimana mengelola partai dengan baik, mendekatkan diri kepada masyarakat, dan melayani mereka dengan tulus. Kami belajar banyak dari kalian, dan hasilnya sangat memuaskan. Kami berhasil memenangkan 67% suara pada pemilihan umum kami.

Kami akan tetap memperjuangkan hak-hak kami di Palestina, dan kami juga akan mengikuti contoh baik dari kalian dalam mengurus partai dan memenangkan pemilu. Kami berharap kalian juga sukses dalam pemilu yang akan datang. Semoga Allah memberkahi perjuangan kalian.

Saat ini sudah larut malam, dan tugas saya adalah menjaga kantor dan menunggu telepon atau faks masuk. Saya berharap dapat berkomunikasi dengan kalian lagi dalam surat berikutnya. Salam untuk semua pejuang Islam di Indonesia.

Terima kasih.

/[ 0 komentar Untuk Artikel Selembar surat dari Gaza]\

Posting Komentar