Candi Muara Takus adalah destinasi wisata terkemuka di provinsi Riau, Kabupaten Kampar. Setelah mengunjungi Istana Gunung Sahilan baru-baru ini, saya memutuskan untuk menjelajahi Candi Muara Takus berdasarkan daftar wisata Kampar. Bersama seorang gadis cantik yang selalu menemaniku, kami memutuskan untuk berangkat pagi-pagi menuju lokasi, yang cukup jauh dari Pekanbaru, sekitar 135 kilometer. Kami mempersiapkan segala perlengkapan sejak malam sebelumnya dan berangkat dengan motor setia "Bekisar Merah" Astrea Star '88.
Cuaca pagi yang cerah menyertai perjalanan kami, menikmati pemandangan alam hijau dan perkampungan sepanjang jalan. Melewati Desa Rumbio dan melintasi jembatan kembar, hingga sampai di Desa Air Tiris dengan sawah yang sedang menguning. Setelah satu jam perjalanan, kami tiba di Kota Bangkinang, ibu kota Kabupaten Kampar. Di sana, kami melihat Islamic Center Bangkinang yang megah dan religius, mungkin akan menjadi tujuan selanjutnya.
Kami hanya singgah sebentar di Kota Bangkinang, melanjutkan perjalanan melewati Desa Salo. Tak lama kemudian, kami sampai di sebuah jembatan panjang di atas sungai besar yang dimanfaatkan oleh masyarakat untuk usaha keramba ikan. Kami pun beristirahat sejenak di sana.
Tiba-tiba si gadis bertanya "Masih jauh ya?" katanya, "Ah nggak.. sebentar lagi kok, setelah melewati jembatan ini kita akan menemukan simpang ke arah kanan, itulah tempatnya," jawabku. Tanpa ingin menyia-nyiakan waktu, aku menyalakan motor merahku dan kami pun melaju dari jembatan panjang tersebut. Tak lama kemudian, "Eh itu dia simpangnya," kata si gadis dengan senang. Sebuah plang bertuliskan "Candi Muara Takus 19km." Berarti kami telah menemukan lokasi Candi tersebut, di desa Muara Takus, Kecamatan XIII Koto Kampar.
Tidak lama kemudian kami tiba di kompleks Candi Muara Takus. Jarak antara kompleks candi ini dengan pusat desa Muara Takus sekitar 2,5 kilometer dan tidak jauh dari tepi sungai Kampar Kanan. Kompleks candi ini dikelilingi oleh tembok batu pasir berukuran 74 x 74 meter, diluar arealnya terdapat juga tembok tanah berukuran 1,5 x 1,5 kilometer yang mengelilingi kompleks ini hingga ke tepi sungai Kampar Kanan.
Kami kemudian memasuki area Candi, disambut oleh seorang penjaga yang tempatnya untuk memungut biaya masuk dari setiap pengunjung Candi Muara Takus. Tidak lama kemudian, mata kami disajikan dengan pemandangan yang menakjubkan, empat bangunan berdiri di dalam kompleks. Candi Tua yang terbesar, disampingnya Candi Bungsu dan Mahligai Stupa serta Palangka. Bahan bangunan candi terbuat dari batu pasir, batu sungai, dan batu bata yang disusun secara apik. Menurut informasi lokal, batu bata untuk bangunan ini dibuat di desa Pongkai, sebuah desa di sebelah hilir kompleks candi.
Lokasi bekas galian tanah untuk batu bata tersebut hingga saat ini dihormati oleh penduduk setempat. Penduduk bekerja sama dalam membawa batu bata ke tempat candi, melakukan pekerjaan tersebut secara gotong-royong. Cerita ini, meskipun belum sepenuhnya terverifikasi, memberikan gambaran bahwa pembangunan candi dilakukan secara berkolaborasi dan melibatkan banyak orang.
Selain dari candi Tua, candi Bungsu, Mahligai Stupa, dan Palangka, di kompleks candi ini juga terdapat gundukan yang diyakini sebagai tempat pembakaran tulang manusia. Di luar kompleks ini, terdapat bangunan-bangunan (bekas) yang terbuat dari batu bata, tetapi belum diketahui jenis bangunannya. Candi yang berorientasi Budha ini adalah bukti adanya agama Budha yang berkembang di kawasan ini berabad-abad yang lalu. Meskipun begitu, para ahli arkeologi belum dapat memastikan kapan candi ini dibangun. Ada yang menyebut abad kesebelas, abad keempat, abad ketujuh, abad kesembilan, dan sebagainya. Namun, kompleks candi ini jelas merupakan peninggalan sejarah masa lalu.
Masih banyak peninggalan sejarah lain yang ditemukan di sini dari hasil beberapa penelitian. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Peninggalan Purbakala Nasional dan Bidang Permuseuman Sejarah dan Kepurbakalaan Kanwil Depdikbud Provinsi Riau pada tahun 1977. Mereka menyatakan bahwa Gugusan Candi Muara Takus terdiri dari empat bangunan candi dan enam bangunan lainnya. Bangunan I adalah onggokan tanah dengan dua lobang yang diperkirakan sebagai tempat pembakaran mayat. Bangunan II adalah pondasi bangunan yang terbuat dari batu pasir berbentuk persegi empat. Sampai saat ini, belum diketahui dengan pasti apa sebenarnya bangunan itu dan fungsinya.
Bangunan III terletak di luar pagar keliling, sekitar 135m dari Candi Mahligai. Bangunan berbentuk segi empat dengan ukuran 3m x 2,4m yang dipagari oleh batu bata. Sekitar 298m sebelah barat laut Candi Mahligai, terdapat Bangunan IV yang berupa gundukan tanah. Pada tahun 1993, dilakukan penggalian dan ditemukan susunan batu bata di dalamnya.
Bangunan V dan VI terletak 334m sebelah barat Candi Mahligai. Bangunan ini hanya tinggal pondasi dan tubuhnya saja, sementara puncaknya telah rusak dan roboh. Pagar keliling berbentuk bujur sangkar yang terbuat dari pasir, mengelilingi gugusan candi seluas 74m x 74m. Pagar keliling ini berbeda dengan fisik bangunan lainnya, batu pasirnya tampak agak gelap dan berlumut. Ini adalah satu-satunya pagar keliling dari situs Candi Muara Takus yang masih terjaga dan belum pernah direnovasi.
Arden Wall (Tanggul Kuno) adalah tanah kedukan berparit yang mengelilingi Gugusan Candi Muara Takus sepanjang empat kilometer. Bagian dasarnya terdiri dari batu kerikil yang ditimbun dengan tanah, dan bagian atasnya ditanami Bambu Cina untuk mencegah keruntuhan tanggul.
Penelitian lain menyimpulkan bahwa bangunan ini adalah bangunan suci agama Budha dan diperkirakan memiliki hubungan erat dengan Kedatuan Sriwijaya. DR.F.M. Schnitger, ahli yang melakukan penelitian di sini, memperkirakan bahwa candi-candi yang ada adalah kuburan para raja.
Seru ya ceritanya! Sepertinya sudah waktunya pulang. Sebelum meninggalkan kompleks Candi Muara Takus, kami bertemu dengan seorang teman dari Kabupaten Kampar yang juga sedang berkunjung. Aku pun mengambil foto. Sampai jumpa di cerita dan petualangan selanjutnya.
Posting Komentar