Calon tentara yang memiliki semangat dan tekad yang kuat

|| || || Leave a komentar

Di sebuah Desa di daerah Sanger kepulauan Sanger Talaud tinggallah pasangan suami istri yang hidup sederhana. Mereka memiliki seorang anak laki-laki bernama Ungke, yang merupakan kebanggaan dan kesayangan mereka. Sang ayah bekerja sebagai petani dan buruh petik buah kelapa, sedangkan sang ibu selain mengurus rumah tangga, turut membantu sang suami dengan berjualan sayur-sayuran di pasar.

Ungke tumbuh menjadi seorang pemuda tampan dan gagah. Saat pengumuman kelulusan dari SMA Negeri Sanger Talaud, Ungke pulang dengan hati senang membawa kabar gembira kepada kedua orang tuanya. Mereka begitu bahagia mendengar kabar tersebut.

Setelah seminggu berlalu, sang ayah memanggil Ungke untuk berbicara. Terjadi dialog antara keduanya, dimana sang ayah ingin menyampaikan sesuatu kepada putra tercintanya.

Ungke, apakah bapak boleh bertanya...?" kata sang bapak memulai pembicaraan. "Apa rencanamu setelah lulus SMA...? bapak tidak mampu membiayai pendidikanmu ke Perguruan Tinggi, terutama jika harus keluar daerah ke Manado yang dekat dengan Sanger Talalud." lanjut sang bapak.

Ungke terdiam, memahami kondisi keuangan keluarganya yang pas-pasan. Melihat kebingungan Ungke, sang bapak mulai merasa iba. "Mulai besok, sebaiknya belajar berkebun, kebun itulah satu-satunya warisan yang bisa bapak berikan padamu." ujar sang bapak.

Ungke kembali terdiam, namun berusaha mencari solusi. "Sejak kecil hingga sekarang, saya jarang membantu bapak di kebun, saya tidak terbiasa, pak... Kalau boleh, saya ingin merantau ke Manado untuk mencari pekerjaan di sana."

"Baiklah anakku, biarkan bapak berunding dengan ibu terlebih dahulu, jika ibumu menyetujui, berangkatlah kamu ke tempat pamanmu di Manado."

Beberapa hari kemudian, Ungke sebenarnya sudah mulai melupakan apa yang pernah dibicarakan bersama bapaknya. Namun, pada sore hari ketika Ungke sedang sibuk memberi makan ayam peliharaannya, bapak dan ibunya mendekat. Kemudian, ibunya berkata, "Ungke anakku! besok kamu boleh berangkat ke tempat pamanmu di Manado, ibu dan bapak memberikan restu." Ungke sedikit terkejut namun juga gembira, lalu tanpa berkata-kata dan dengan penuh hormat, Ungke menjabat tangan bapak dan ibunya serta menciumnya.

Keesokan harinya, dengan bekal seadanya, Ungke berlayar menuju ke tempat pamannya di Manado. Paman dan keluarga Ungke di Manado menyambutnya dengan penuh kegembiraan karena jarang bertemu akibat jarak tempat tinggal mereka.

Entah karena rezeki atau takdir, baru seminggu di Manado, Ungke sudah mendapatkan pekerjaan sebagai pelayan toko. Setelah dua bulan bekerja di Manado, tidak sengaja Ungke membaca pengumuman di koran bahwa seminggu lagi akan dibuka penerimaan calon prajurit angkatan darat. Diam-diam, Ungke mulai mempersiapkan diri, di dalam benaknya ia bergumam, "hmm..! ini kesempatan emas".

Saat tiba waktu pendaftaran calon prajurit, Ungke begitu antusias sehingga berangkat pagi-pagi menuju tempat pendaftaran. Ia berhasil terdaftar sebagai peserta ke-10. Setelah melalui proses seleksi dengan lancar, Ungke sangat terkejut saat pengumuman calon prajurit yang lolos tidak sesuai harapannya, Ungke tidak lulus.

Merasa tidak puas, Ungke akhirnya memutuskan untuk menghadap langsung Komandan ketua panitia penerimaan calon prajurit. Dengan penuh keberanian, Ungke menyapa Komandan dengan sopan dan bertanya mengenai alasan dari kegagalan tes tersebut. Ungke menjelaskan bahwa menjadi tentara adalah cita-citanya sejak kecil, dan ia ingin tahu agar dapat memperbaiki diri di masa mendatang. Komandan pun mendengarkan dengan ramah dan siap memberikan penjelasan yang dibutuhkan.

"Ok.! Nomor peserta kamu berapa..? agar saya bisa memeriksanya." tanya komandan kepada Ungke.

"Nomor peserta saya No. 10.. pak komandan..!" jawab Ungke.

"Tunggu sebentar..!" pak komandan masuk ke ruangan sebelah., dan tidak lama kemudian beliau keluar dengan membawa sebuah map yang berisi data-data peserta seleksi penerimaan calon prajurit.

"Apa yang menjadi kekurangan saya, komandan..?" tanya Ungke tidak sabar.

"Ooo.. (sambil mengangguk-anggukkan kepala) maaf dek' hasil tes kamu yang ada pada data kami semuanya bagus..! kamu hanya jatuh di tes kesehatan," jawab komandan dengan serius.

"Tapi.. pak komandan.. hasil rontgen saya bagus, tes darah bagus, tes air seni juga bagus dan saya bukan seorang perokok..!" sanggah Ungke, seakan tidak percaya pada hasil tes tersebut.

"Bukan itu, yang menjadi alasan.." jawab komandan. "Gigi bungsu kamu belum tumbuh, belum memenuhi persyaratan untuk menjadi seorang tentara!"

"Begini dek, enam bulan ke depan akan ada seleksi tahap kedua. Coba mendaftar lagi, siapa tahu pada tahap kedua nanti kamu bisa lulus," lanjut sang komandan memberikan harapan kepada Ungke.

Singkat cerita, enam bulan berlalu. Ungke kembali mendaftar untuk seleksi tahap kedua. Namun sayang, untuk kedua kalinya Ungke belum berhasil lulus.

Ungke mencari bapak komandan yang menjadi ketua panitia seleksi. Ketua panitia penerimaan calon tentara tahap kedua masih sama. Ungke menemui beliau.

"Selamat siang pak!" Ungke memberi salam.

"Selamat siang," jawab sang komandan. "Saya ingat kamu yang ikut seleksi tahap pertama dan belum berhasil, bukan?" tanya sang komandan. "Bagaimana hasilnya pada seleksi tahap kedua ini, apakah kamu lulus?" sang komandan melanjutkan pertanyaannya.

"Saya belum lulus juga pak.." jawab Ungke dengan sedikit rasa kecewa. Komandan terdiam sejenak, kemudian memeriksa data hasil seleksi. "Maaf, untuk kali ini kami belum bisa menerima Anda sebagai seorang tentara. Hasil pemeriksaan kesehatan menunjukkan bahwa gigi bungsu Anda masih terlalu kecil dan belum memenuhi persyaratan. Sebaiknya Anda pulang dulu, dan jika ada seleksi tahap berikutnya, saya akan menghubungi Anda," ujar sang komandan memberikan semangat kepada Ungke.

Dengan perasaan kecewa, Ungke pun berbalik untuk pulang. Namun, tiba-tiba ada sesuatu yang mengganjal di hatinya. Dia pun kembali kepada sang komandan, ingin mendengar penjelasan langsung.

"Maaf, pak komandan. Apakah saya boleh mengajukan satu pertanyaan?" tanya Ungke.

"Tentu, silakan. Apa yang ingin Anda tanyakan?" jawab sang komandan.

"Kalau jadi tentara, apakah kita dilatih untuk menembak atau dilatih untuk menggigit? Mohon jawabannya dengan jujur, pak komandan," tanya Ungke dengan tegas.

Sang Komandan terdiam sejenak, terkejut dengan pertanyaan tak terduga dari seorang pemuda polos. Akhirnya, dengan senyum ramah, sang Komandan mengatakan, "Terserah padamu, atas rekomendasi saya, kamu diterima untuk bergabung dalam pasukan tentara."

/[ 0 komentar Untuk Artikel Calon tentara yang memiliki semangat dan tekad yang kuat]\

Posting Komentar