Pada proses sintesis ini, urea dibuat dari gas karbondioksida, amonia cair, dan larutan karbamat dengan sistem daur ulang. Reaktor sintesa (DC-101) digunakan sebagai alat utama, berupa bejana tegak yang beroperasi pada suhu 195 0C dan tekanan 200 kg/cm2. Reaktor ini didesain dengan volume yang mencukupi untuk menjamin reaksi sintesa urea mendekati kesetimbangan. Waktu tinggal dalam reaktor adalah 25 menit sesuai kapasitas rancangannya. Karena sifat korosif dari zat pereaksi dan produk, semua permukaan yang berkontak dengan larutan dilapisi stainless steel untuk melindunginya. Biasanya, baja tahan karat dan stainless steel bisa terkorosi oleh reaktan, tetapi dengan penambahan oksigen (udara antikorosi), kekuatan tahan korosi yang lebih baik dapat dicapai. Pelapisan stainless steel dilakukan dengan sistem lining.
Pada unit ini, urea diproduksi melalui reaksi eksotermis tinggi antara NH3 dan CO2 untuk membentuk amonium karbamat, yang kemudian diikuti oleh dehidrasi endotermis amonium karbamat menjadi urea. Reaksi pembentukan urea terjadi hanya dalam fase cair, sehingga diperlukan tekanan tinggi. Peningkatan temperatur dan tekanan akan meningkatkan konversi pembentukan urea hingga batas tertentu. Reaktor menerima umpan berupa gas CO2, amonia cair, dan larutan karbamat dari proses daur ulang.
Gas CO2 dari pabrik amonia bersama dengan udara antikorosi dimasukkan ke Knock Out Drum (FA-161) untuk menghilangkan partikel padatan dan tetesan cairan yang mungkin ada di dalamnya. Udara ditambahkan untuk mencegah korosi pada Urea Syntesis Reaktor (DC-101) karena oksigen dalam udara dapat mengoksidasi stainless steel, yang berperan sebagai pelindung korosi dalam keadaan teroksidasi. Gas CO2 dikompresi oleh CO2 Booster Compressor (GB-102) hingga mencapai tekanan 26 kg/cm2G. Jenis kompresor yang digunakan adalah Multistage Centrifugal yang digerakkan oleh steam. Kompresi dilanjutkan oleh kompresor GB-101A dan GB-101B yang bekerja paralel untuk mencapai tekanan 200 kg/cm2G. Jenis kompresor ini adalah Two Stage Reciprocating Compressor yang digerakkan oleh steam. Gas CO2 masuk ke reaktor melalui bagian bawah pada temperatur 123 0C dan tekanan 200 kg/cm2G.
Amonia cair sebagai umpan diperoleh dari pabrik amonia dan ditampung dalam Ammonia Reservoir (FA-401) sebelum digunakan. Di dalam Ammonia Reservoir, amonia bercampur dengan amonia dari proses recovery yang berasal dari Ammonia Condenser (EA-404 A-D). Amonia cair dari Ammonia Reservoir ditekan oleh Ammonia Boost Up Pump (GA 404 A/B) tipe sentrifugal hingga tekanan 21 kg/cm2. Cairan ini kemudian dipompa oleh Liquid Ammonia Feed Pump (GA-101 A/D) tipe reciprocating ke reaktor (DC-101). Sebagian amonia cair dari GA-404 A/B dipompa ke High Pressure Absorber (DA-401) yang digunakan sebagai pelarut. Amonia yang mengalir ke reaktor dipanaskan terlebih dahulu dalam dua Preheater (EA-101 dan EA-102) menggunakan steam condensat sebagai media pemanasnya, sehingga temperatur saat masuk reaktor mencapai 81,40C. Larutan karbamat dari High Pressure Absorber Cooler (EA-401) dipompakan oleh Recycle Solution Boost Up Pump (GA-401) tipe sentrifugal dan kemudian oleh Recycle Solution Feed Pump (GA-102) dimasukkan ke reaktor (DC-101) melalui bagian bawah. Aliran sirkulasi larutan karbamat recycle kembali ke High Pressure Absorber Cooler (EA-401) melalui suction line dari Recycle Feed Pump (GA-102) untuk mencegah pemadatan larutan karbamat di dalam pipa.
Reaksi di dalam reaktor (DC-101) terdiri dari 2 NH3(g) + CO2(g) menghasilkan NH2COONH4(l) + 38 kkal/mol (1) dan NH2COONH4(l) menjadi NH2CONH2(l) + H2 O(l) - 7,7 kkal/mol (2). Produk yang keluar dari reaktor terdiri dari urea, air, amonium karbamat, biuret, dan kelebihan amonia, yang semuanya berbentuk cair pada kondisi normal reaktor. Konversi reaksi pertama mencapai 100%, sementara untuk reaksi kedua mencapai 70%. Faktor-faktor yang mempengaruhi kedua reaksi tersebut antara lain:
1. Kondisi optimal dalam reaktor adalah sekitar 200 0C di mana konversi mendekati kesetimbangan dengan waktu tinggal 0,3 - 1 jam. Jika temperatur reaktor turun, konversi amonium karbamat menjadi urea akan menurun dan memberi beban lebih berat kepada seksi berikutnya. Jika temperatur turun sampai 150 0C, tempelan-tempelan amonium karbamat dapat terbentuk dalam reaktor. Namun, bila temperatur melebihi 200 0C, laju korosi dari stainless steel lining akan meningkat dan tekanan kesetimbangan di dalam reaktor dari campuran reaksi akan melampaui tekanan yang dibutuhkan, serta reaksi-reaksi samping yang tidak diinginkan mungkin akan membesar. Hal ini akan menyebabkan turunnya konversi pembentukan urea. Temperatur dalam reaktor dapat dikontrol dengan mengatur jumlah amonia, larutan amonium karbamat yang masuk reaktor, dan temperatur umpan amonia dalam Ammonia Preheater. Temperatur dalam reaktor dicatat dalam suatu recorder yang sensornya berada di sepanjang reaktor.
2. Reaksi pertama akan berlangsung dengan cepat pada tekanan tinggi. Tekanan optimum untuk reaksi ini adalah 200 kg/cm2G. Tekanan operasi diatur agar fase cair dapat dipertahankan karena konversi amonium karbamat menjadi urea hanya terjadi pada fase cair. Tekanan reaktor diatur oleh PRCA yang valve-nya terletak pada pipa pengeluaran di bagian atas reaktor. Jika tekanan terlalu kecil, valve di pipa pengeluaran akan menyempit bukaannya. Reaktor dilengkapi dengan interlock system yang akan menutup semua emergency valve di masing-masing pipa umpan.
3. Perbandingan NH3: CO2 idealnya berkisar 3,5-4. Kelebihan amonia dapat mempercepat reaksi pertama dan mencegah terbentuknya biuret yang merupakan racun bagi tanaman. Jumlah biuret dalam produk urea harus dibatasi 0,5%.
4. Jumlah air berpengaruh pada reaksi kedua, yaitu peruraian karbamat menjadi urea dan air. Adanya air mempengaruhi terbentuknya urea dari karbamat dan memperkecil konversi.
Post a Comment