Hai, siapa yang masih ingat hari Kartini? Ayo angkat tangannya!
Siapa sebenarnya Kartini? Bagi mereka yang mengaku sebagai bangsa Indonesia tetapi tidak mengenal Kartini, izinkan aku untuk memberitahumu. Raden Adjeng Kartini, atau seharusnya disebut Raden Ayu Kartini, adalah seorang tokoh Jawa dan Pahlawan Nasional Indonesia. Kartini dikenal sebagai pionir dalam gerakan kebangkitan perempuan pribumi.
Kartini terkenal dengan kumpulan suratnya yang kemudian diterbitkan dengan judul "Habis Gelap Terbitlah Terang". Meskipun dampak perjuangan Kartini terhadap hak-hak perempuan di Indonesia relatif kecil secara langsung, namun surat-suratnya telah menjadi sumber inspirasi bagi perjuangan lebih besar bagi wanita lainnya. Meskipun begitu, hal tersebut sudah cukup untuk memberikan Kartini gelar sebagai seorang pahlawan.
Berbicara tentang Kartini, tidak bisa dilepaskan dari konsep "Pembebasan Wanita". Saya lebih suka menyebutnya dengan istilah tersebut. Saya tidak begitu suka dengan istilah "Kesetaraan Gender". Mengapa begitu? Apa perbedaannya? Tentu saja ada perbedaan di antara keduanya. Konsep Pembebasan Wanita pada dasarnya memberikan hak-hak dasar manusia (Hak Asasi Manusia) kepada Wanita, seperti hak untuk bersuara, hak untuk hidup, dan hak-hak lainnya. Namun, wanita diharapkan tetap berada dalam peran yang telah ditentukan untuk mereka, seperti menjadi ibu dan mengurus rumah tangga demi kelangsungan hidup manusia. Hal ini adalah ajaran yang ditinggalkan oleh Kartini.
Sedangkan Kesetaraan Gender sedikit berbeda. Konsep ini menekankan bahwa laki-laki dan perempuan harus dianggap "sama". Namun, hal itu tidak selalu bisa terjadi. Laki-laki dan perempuan seharusnya saling melengkapi, seperti mur dan baut. Mungkin mur bisa ditempatkan di sisi manapun, namun tetaplah mur yang memiliki lubang di tengah dan harus bersatu dengan baut agar bisa berguna. Coba bayangkan, apa gunanya baut tanpa mur dan sebaliknya? Pasti tidak akan berguna dan akhirnya dijual ke tukang loak. Itu pun jika jumlahnya banyak. Selain itu, menurut saya, kesetaraan gender cenderung mencerminkan sikap egois sebagian wanita. Tidak semua wanita berpikir seperti itu.
Lalu, bagaimana dengan meminta untuk didahulukan setiap saat? Hal ini sebenarnya bertentangan dengan konsep kesetaraan. Kalau meminta untuk didahulukan, maka tidak bisa dikatakan bahwa mereka setara, bukan? Seharusnya kerjasama antara laki-laki dan perempuan dalam menjalani kehidupan lebih diutamakan. Mereka adalah partner yang sejajar, dengan hak yang sama.
Tentu saja, pendapat yang saya sampaikan ini adalah pandangan pribadi. Setiap orang memiliki pendapat yang berbeda-beda. Saya hanya berbagi pandangan mengenai Pembebasan Wanita dan Kesetaraan Gender. Bagaimana menurut Anda?



Posting Komentar